SINGAPURA: Antara Masa Lalu dan Masa Depan

Hari kedua di Singapura. Bangun kesiangan karena masih beradaptasi dengan waktu di Singapura yang lebih cepat satu jam dibandingkan Jakarta. Jam sudah menunjukkan jam 7 pagi, tapi ketika melihat keluar jendela masih tampak seperti jam 5 pagi. Jadinya masih ingin menarik selimut. Kira-kira jam 8 pagi, saya mulai beranjak dari tempat tidur dan mandi. Pagi ini mau sarapan seperti orang lokal. Saya memutuskan menuju ke Ya Kun Kaya Toast yang berada di China Street. Beruntung lokasi lyf Funan berada di tempat yang strategis, jadi saya cukup berjalan kaki ke China Street.

Ya Kun Kaya Toast sendiri merupakan warung kopi legendaris di Singapura dan cabangnya bisa ditemui di Indonesia. Warung kopi ini didirikan oleh Loi Ah Koon pada 1944 dengan menjual produk-produk roti bakar (terutama roti bakar dengan selai kaya), telur rebus dan kopi. Ketika saya datang, warung ini sudah cukup ramai. Saya langsung memesan menu set sarapan yang terdiri dari roti bakar kaya, telur rebus dan teh tarik. Jujur ini pertama kalinya memesan di Ya Kun Kaya Toast, jadi belum pernah mencoba roti bakarnya. Ternyata enak juga, karena rotinya tipis dan crispy.

Nah berhubung masih di kawasan Chinatown, saya menuju ke Sri Mariamman Temple. Kuil Hindu ini merupakan yang tertua di Singapura. Dibangun pada 1827, kuil ini dikenal sebagai Mariamman Kovil atau Kling Street Temple yang dibangun oleh para imigran dari wilayah Nagapatnam dan Cuddalore di India Selatan. Kuil ini didedikasikan untuk Dewi Mariamman, yang dikenal atas kekuatannya untuk menghilangkan penyakit dan sakit. Satu hal yang paling ikonik dari kuil ini adalah gapuranya atau ‘Gopuram‘ yang penuh dengan ornamen yang detil dan terdiri dari enam tingkat yang dihias dengan patung dewa, binatang mitologis dan mahluk lainnya. Saat saya datang, kuil ini cukup ramai dikunjungi dan sedang ada acara pernikahan.

Tak jauh dari Sri Mariamman Temple, terdapat Buddha Tooth Relic Temple. Kuil Buddha ini ternyata masih terbilang baru, karena baru dibangun pada 2007. Bangunannya bergaya Dinasti Tang ini menyimpan relik suci yang berusia ratusan tahun. Nama kuil ini juga diambil dari nama relik suci ini, yaitu gigi taring sebelah kiri sang Buddha, yang ditemukan dari sisa kremasinya di Kushinagar, India. Gigi tersebut diletakkan dalam bangunan ini. Selain relik gigi, kuil ini juga menyimpan relik tulang dan lidah. Oya, kita bisa memasuki kedua kuil ini tanpa dipungut biaya. Tapi saya memutuskan hanya melihatnya dari luar saja. Tujuan berikutnya adalah Thian Hock Keng Temple yang berada di Telok Ayer.

Ada yang unik dengan kuil ini, jadi dulunya ini letaknya tepat di depan laut. Pada abad ke-19, Telok Ayer Street menghadap ke pantai dan laut. Tapi karena adanya reklamasi, lokasinya menjadi semakin ke dalam. Kuil ini sendiri adalah kuil Tionghoa tertua di Singapura yang dipersembahkan bagi Mazu, Dewi Laut. Dibangun pada 1839 dengan dukungan dari anggota ternama masyarakat Hokkien, salah satunya Tan Tock Seng. Konstruksi asli ini tidak menggunakan satu paku pun dan kini dikukuhkan sebagai monumen nasional. Di sini juga terdapat Singapore Musical Box Museum, sayangnya masih belum buka jadi tidak jadi berkunjung ke museum ini. Tak jauh dari situ terdapat taman Telok Ayer Green. Di sini ada beberapa patung yang menceritakan sejarah datangnya pendatang Hokkien ke Singapura. Di sisi lain, di Amoy Street terdapat mural yang menceritakan masyarakat Hokkien dan bangunan ruko khas Peranakan. Oya di antara jalanan ini, kita bisa menemukan Ann Siang Hill Park. Mungkin tidak banyak yang tahu dengan taman ini karena tersembunyi lokasinya. Tamannya lebih seperti jalanan berbukit dengan gazebo dan kursi-kursi taman. Taman ini menghubungkan Club Street dan Ann Siang Road dengan South Bridge Road. Namanya sendiri diambil dari Chia Ann Siang, pebisnis wanita kaya raya di Singapura.

Tujuan berikutnya adalah Baba House. Ini lokasi yang paling jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki. Saya sendiri sempat salah jalan. Tapi akhirnya menemukan rumah ini. Awalnya ingin masuk, tapi saya mengurungkan diri karena ingin menuju ke lokasi yang lain. Sebenarnya rumah ini merupakan bekas milik taipan perkapalan Wee Bin dan rumah keluarga Peranakan kelas atas yang dibangun pada abad 20 awal. Jika tertarik dengan kebudayaan dan arsitektur khas Peranakan, rumah ini sangat cocok untuk dikunjungi. Untuk berkunjung kita perlu mendaftar lebih dulu. Salah satu ciri khas rumah ini adalah eksteriornya yang berwarna biru cerah. Tak lama, hujan tiba-tiba turun. Mau tidak mau berteduh di halte bus. Bingung mau ke mana lagi karena masih pagi, akhirnya ingin kembali ke Chinatown. Setelah agak reda, saya mencoba mencari bangunan Potato Head Singapore.

Bangunan Potato Head Singapore menempati bangunan warisan di kawasan Chinatown. Kalau dari tulisan di gedungnya, dibangun sejak 1939 dan merupakan bekas warung kopi yang berusia 75 tahun bernama Tong Ah Eating House. Potato Head Singapore menempati 3 lantai bangunan, termasuk rooftop-nya. Masing-masing memiliki konsep sendiri. Saking ikoniknya, banyak orang yang berfoto di depan gedung ini. Tapi berhati-hati ya, karena lokasi berada persis di pertigaan dan ada banyak mobil yang melintas. Tidak jauh dari Potato Head Singapore ada Sri Layan Sithi Vinayagar Temple. Kuil ini tak jauh berbeda dengan Sri Mariamman Temple, hiasan di atas atapnya juga hampir sama.

Saya melanjutkan perjalanan ke kawasan Chinatown. Suasananya tidak terlalu ramai dan banyak yang menjual pernak-pernik khas Singapura. Di sini saya mencoba mencari Chinatown Heritage Centre, sekaligus ingin tahu tentang sejarah daerah Chinatown ini. Sayangnya Chinatown Heritage Centre tak tampak menarik dan saya mengurungkan diri untuk masuk. Akhirnya ke Tintin Shop, kartu Jenius saya tidak bisa digunakan dan terpaksa harus membayar tunai. Akhirnya kembali dulu ke hotel. Balik ke Chinatown Point untuk mengambil uang tunai melalui ATM UOB. Saya sedikit kesal, karena pengambilan tunai via ATM (khusus kartu kredit) adalah SGD200. Tapi mau tidak mau, karena kartu Jenius saya juga tidak bisa digunakan untuk mengambil tunai. Biar adem sedikit, saya membeli Tiger Sugar. Salah satu gerai minuman boba yang juga cukup terkenal di Singapura. Saya memesan Brown Sugar Boba Milk with Cream Mousse. Menurut saya agak terlalu manis karena brown sugar-nya. Oya, ternyata Tiger Sugar ini asalnya dari Taiwan dan juga sudah membuka gerai di Jakarta.

Lanjut ke Maxwell Food Centre untuk membeli Tian Tian Hainanese Chicken Rice. Lokasinya tak jauh dari Chinatown, tepatnya di sudut jalan antara Maxwell Road dan South Bridge Road. Di antara kios-kios di dalam pujasera ini, Tian Tian Hainanese Chicken Rice tampak paling ramai. Untungnya saat ke sini, antriannya tidak panjang dan pelayanannya cukup cepat. Gerai ini juga mendapat banyak sekali penghargaan, bahkan masuk dalam Michelin Guide. Namanya juga makin dikenal sejak masuk dalam program acara No Reservations yang dipandu Anthony Bourdain dan mengatakan bahwa Tian Tian adalah the best chicken rice in the world. Tahun 2013, Tian Tian mengalahkan Gordon Ramsay dalam Hawker Heroes Challenge. Lalu bagaimana rasanya? Kalau nasinya cukup lembut dan wangi, sedangkan daging ayamnya cukup juicy. Walau sebenarnya terasa dingin, konon itu yang membuat daging dan kulitnya begitu kenyal. So far, tidak terlalu istimewa bagi saya yang suka dengan bumbu rempah-rempah. Sebagai pelengkap, saya membeli es nanas di gerai depan Tian Tian.

Pulangnya saya kembali melalui Ang Siang Hill Park. Sayangnya saat itu hujan dan akhirnya malas untuk duduk-duduk di sini. Akhirnya saya melanjutkan ke National Gallery of Singapore. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, saya cukup mengikuti peta di Google Maps. Gedung National Gallery of Singapore ini terbilang besar untuk ukuran galeri (maklum, galeri yang pernah saya datangi baru Galeri Nasional di Jakarta). Lokasinya juga tepat di jantung Kota Singapura. Gedungnya sendiri merupakan bekas Mahkamah Konstitusi dan Balai Kota. Galeri ini juga merupakan tuan rumah untuk kegiatan Singapore Biennale. Koleksi galeri ini menampilkan koleksi seniman Singapura dan Asia Tenggara dari abad ke-19 hingga sekarang. Untuk masuk ke dalam, kita akan diarahkan ke lantai basement. Jika sudah membeli tiket melalui KLOOK, kita cukup menukarkan voucher. Jika belum, kalian bisa membelinya di konter tiket. Saking besarnya, di sini ada beberapa galeri lagi. Setiap galeri ada yang permanen ada juga yang menyesuaikan pameran yang sedang berlangsung. Jika ingin memasuki seluruh area galeri, mungkin akan membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Koleksi yang paling membuat saya bangga adalah koleksi lukisan karya Raden Saleh. Sayangnya tidak bisa kita nikmati di tanah air, tapi menurut saya lebih baik tetap di sini karena perawatannya cukup baik. Di lantai paling atas, kita bisa melihat pemandangan Marina Bay, Esplanade, dan Padang Field dengan jelas. Puas berkeliling, tujuan berikutnya adalah ArtScience Museum.

Bagi yang sudah membeli tiket via KLOOK, kita tidak perlu lagi menukarkan tiket di konter. Jadi tinggal memindai barcode saja. ArtScience Museum bisa dikatakan sebagai galeri, karena tidak ada pameran tetap dan biasanya setiap beberapa bulan akan ada tema-tema yang baru. Lokasinya tepat berada di area Marina Bay Sands dan gedungnya sangat ikonik, karena merepresentasikan bunga teratai. Tur dimulai ke lantai basement. Di sini ada dua pameran, yaitu 2219 Futures Imagined dan Future World: When Art Meets Science. Pameran yang pertama ini menceritakan Singapura di masa depan, lebih tepatnya di tahun 2219. Ada beberapa instalasi seni yang terbagi dari beberapa bagian. Sedangkan untuk Future World, ini termasuk pameran permanen karena paling banyak pengunjungnya. Pameran ini kerjasama antara ArtScience Museum dengan teamLab. Kenapa paling banyak, karena pameran ini berupa instalasi digital dan cahaya warna-warni. Ada banyak permainan interaktif, bahkan kita bisa membuat ikan yang kita gambar menjadi hidup atau membuat bangunan dan kendaraan menjadi nyata. Saya pun jadi tertarik membuat mewarnai ikan dan sampai mengejar ke mana ikan saya berenang.

Selain dua pameran ini, ada satu pameran lainnya yang membuat saya tertarik yaitu Disney: Magic of Animation. Pameran tidak tetap ini merupakan pameran yang menampilkan perkembangan animasi Disney selama lebih dari 90 tahun. Terdiri dari lebih 500 karya seni, seperti gambar, lukisan, sketsa, dan seni konsep asli, yang dikurasi oleh Walt Disney Animation Research Library. Setiap ruangan punya tema sesuai karya Disney, mulai dari Steamboat Willie hingga Frozen 2.

Tujuan berikutnya, masih di kawasan yang sama. Saya akan menuju ke Gardens by the Bay. Namun untuk menukarkan tiket dari KLOOK, kita harus mengambilnya di Red Dot Design Museum. Untuk menuju ke Gardens by the Bay, kita bisa melalui mall. Tapi kita harus keluar dulu di lobi dekat hotel. Nanti terdapat lift untuk menuju ke lantai 4. Di sini ada semacam jembatan yang melintasi tower hotel untuk menuju ke Gardens by the Bay. Kita juga bisa sebentar melongok interior hotel Marina Bay Sands yang super mewah itu. Nah untuk menuju ke atraksi utama, kita akan melalui beberapa taman. Mulai dari Malay Garden, Chinese Garden, dan Indian Garden. Sebenarnya ada banyak taman di sini dan gratis untuk dikunjungi. Tiket hanya berlaku untuk masuk Flower Dome, Cloud Forest, dan OCBC Skyway. Mungkin jika ada banyak waktu, saya akan menyambangi taman-taman yang lain di Gardens by the Bay.

Lokasi pertama yang saya kunjungi adalah Flower Dome. Ruma kaca ini merupakan yang terbesar di dunia dan di dalamnya bersuhu cukup dingin (saya kebayang, berapa banyak pendingin udara yang dioperasikan di sini). Flower Dome merupakan kawasan konservasi dan terdiri dari 9 kawasan, seperti The Baobabs, Australian Garden, dan Succulent Garden. Rasanya ingin berlama-lama di dalam rumah kaca ini. Selain karena sejuk, pemandangannya bikin hati jadi adem. Di sini jadi puas memotret beragam bunga. Ketika saya berkunjung, kebetulan ada instalasi bunga dengan tema Hari Raya Imlek. Puas berkeliling Flower Dome, saatnya berpindah ke Cloud Forest.

Rumah kaca yang satu ini terdapat semacam gunung buatan yang mengalirkan air terjun indoor tertinggi di dunia. Bisa dibilang Cloud Forest adalah kawasan konservasi untuk hutan hujan buatan. Memasukinya berasa sedang jalan-jalan di Puncak, Bogor. Salah atraksi yang menarik adalah Lost World yang berada di atas puncak gunung buatan, yang dilanjutkan dengan Cloud Walk. Jika waktunya tepat, kita bisa berjalan-jalan seperti sedang berada di awan ketika waktunya penyemprotan kabut. Tapi buat yang takut ketinggian, melewati Cloud Walk mirip seperti uji nyali. Saya berusaha menikmati, walaupun di dalam hati saya takut terjatuh. Tapi ya kapan lagi menikmati momen ini. Oya, di Lost World terdapat tanaman “Kantong Semar”, yaitu tanaman karnivora yang memanfaatkan bentuknya untuk menangkap serangga dan kemudian dikonsumsinya. Perjalanan akan berujung di Secret Garden yang menampilkan tanaman-tanaman yang sudah ada sejak jaman purbakala. Di Cloud Forest juga terdapat pameran bunga Anggrek yang berganti-ganti. Saat itu sedang ada pameran bunga anggrek dari kawasan Amazon.

Sore pun tiba, saya pun segera bergegas ke kawasan Supertree Grove. Kawasan ini terdapat beberapa pohon buatan sebanyak 12 buah. Tidak perlu membayar jika memasuki kawasan ini, kecuali ingin naik ke OCBC Skyway. Meski sudah tahu saya takut ketinggian, saya tetap mencoba naik ke atas. Jembatan ini ditopang oleh 2 supertree dan kita bisa melihat sekeliling Gardens by the Bay dari ketinggian. Tapi perlu diingat, jembatan ini akan mudah bergoyang jika ada yang berlari dan tentunya bersiaplah tertiup angin kencang ketika sore hari tiba.

Jika masih belum puas, kita bisa naik ke Supertree Observatory yang terletak di supertree paling tinggi. Langit pun mulai gelap, saatnya mencari tempat yang pas untuk menikmati Garden Rhapsody. Sebuah pertunjukan tata cahaya yang diiringi dengan musik-musik klasik. Karena ini gratis, jadi bersiaplah untuk mencari spot yang nyaman untuk menyaksikan pertunjukan ini. Posisi paling nyaman ada di lapangan terbuka di depan Supertree Food Hall. Pertunjukan berlangsung sekitar 20-30 menit. Setiap malam ada dua kali pertunjukan, yaitu jam 7.45 dan 8.45 malam waktu Singapura. Setelah pertunjukan selesai, tak perlu terburu-buru pulang. Kita masih bisa berkeliling sambil melihat beberapa lokasi di Gardens by the Bay. Tata lampunya sangat menarik.

Malam itu saya pulang berjalan kaki dari Gardens by the Bay menuju ke hotel, karena masih belum berani mencoba MRT atau bus. Kartu Jenius saya masih error, tapi setelah sampai di Funan Mall, saya mencoba untuk memesan McDonnalds. Kartu saya sudah bisa digunakan kembali dan akhirnya makan malam saya seperti kemarin malam. Sekembalinya ke kamar, kaki ingin langsung selonjoran. Hari kedua yang melelahkan, tapi tak sabar untuk hari ketiga. Sebab akan konser yang sudah saya nanti-nantikan! Sampai jumpa besok!

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s