

Beruntung pagi hari ini tidak hujan, jadi saya bisa berangkat ke Taman Langsat untuk ikut Walking Tour Bersama Jakarta Good Guide. Kali ini menjelajahi salah satu kawasan di Jakarta Selatan, yaitu Blok D atau kawasan Taman Langsat dan Taman Puring. Kebetulan saya memang cukup sering melalui kawasan ini, jadi penasaran juga dengan hal-hal yang menarik di daerah ini.
Sejarah Kawasan Blok D
Hari ini kami diminta berkumpul di Taman Langsat, taman yang lokasinya berseberangan dengan Taman Ayodya. Pesertanya tidak banyak, hanya lima orang. Saat itu kami akan dipandu oleh Cindy. Baikah, kita langsung mulai ya. Tadi saya menyebut kawasan Blok D, jadi lokasi yang kami jelajahi hari ini masuk dalam kawasan Kebayoran Baru yang disebut sebagai kota satelit pertama di Indonesia. Dulu saya dijelaskan tentang sejarah Kebayoran Baru ini saat mengikuti rute Blok M. Kita bahas secara singkat sejarahnya ya. Jadi kawasan ini dulunya dirancang oleh H. Moh. Soesilo pada 1948 sebagai kawasan hunian dengan konsep “kota taman”. Jadi kalau kita ke Kebayoran Baru akan banyak kita temui ruang terbuka hijau yang dibuat sebagai ruang publik.


Perancang kawasan ini juga merupakan murid Herman Thomas Karsten, arsitek Hindia Belanda yang ikut merancang kota Bandung, Malang, Bogor, dan Semarang. Dulu ada tiga lokasi yang menjadi pilihan sebagai kota satelit, yaitu Kebayoran, Pasar Minggu, dan Depok. Lalu akhirnya terpilihlah daerah Kebayoran yang berada dekat Stasiun Kebayoran Lama di sisi timur Kali Grogol. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 8 Agustus 1949 dan pembangunannya selesai pada 1955. Perusahaan yang membangun kawasan ini adalah perusahaan Belanda bernama Centrale Stichting Wederopbouw atau Yayasan Pusat Rekonstruksi (ada juga yang menyebut Pusat Yayasan Rekonstruksi), yang disingkat CSW. Dulu kantornya berhadapan dengan kantor Kejaksaan Agung atau sekitar kantor Sekretariat ASEAN. Nah untuk menghubungkan kawasan baru ini dengan pusat kota, lalu dibangunlah jalan raya yang melalui Dukuh Atas. Kita mengenalnya dengan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan M.H. Thamrin.
Baca: Kota Satelit Kebayoran Baru



Dulu kota satelit ini dibagi menjadi 19 blok, mulai dari Blok A hingga Blok S. Meski kini tak semua nama blok masih bertahan, tapi beberapa blok masih dikenal dan bahkan namanya lebih popular daripada nama kelurahannya. Blok-blok ini antara lain Blok A, Blok B, Blok M, Blok Q, dan Blok S. Kalau Taman Langsat ini masuk dalam Blok D yang berada di dalam wilayah Kelurahan Kramat Pela. Di mana Blok B (sekitar jalan Barito) dan Blok C (sekitar Kyai Maja) masuk dalam kelurahan ini. Lalu, batas wilayah Blok D ini mana saja ya? Di bagian barat adalah Jalan Gandaria I, bagian utara dibatasi Jalan Kyai Maja, lalu bagian timurnya adalah Jalan Barito, dan bagian selatan adalah Jalan Gandaria Tengah III. Jika diperhatikan, nama-nama jalan di kawasan ini menggunakan nama-nama buah, seperti bacang, gandaria, langsat, dan rambai.
Taman Langsat, Taman yang Tersembunyi
Sekarang kita berada di Taman Langsat. Seperti yang saya bilang tadi, lokasinya tepat berseberangan dengan Taman Ayodya (yang masuk dalam kawasan Blok C). Mungkin tak banyak yang tahu tentang taman ini, bahkan ada yang menganggap ini masih sambungan dari Taman Ayodya. Tapi sebenarnya benar-benar terpisah ya. Lokasi taman ini berada di antara Jalan Gandaria Tengah III, Jalan Langsat, Jalan Barito dan Jalan Kyai Maja. Meski kelihatan tersembunyi, ternyata luasnya mencapai 3,6 hektar. Salah satu yang menyebabkan taman ini tak begitu kelihatan adalah adanya Pasar Hewan Barito. Sedikit informasi tentang pasar ini, dulu pasar ini diresmikan sebagai Pusat Penjualan Ikan dan Bunga di Jakarta pada 1970 oleh Gubernur Ali Sadikin. Kala itu pasar ini hingga menutupi Taman Ayodya dan kemudian sebagian besar pedagangnya direlokasi ke Pasar Inpres Radio Dalam di 2008-2009.











Kembali ke Taman Langsat. Taman ini dulunya dimanfaatkan sebagai tempat pembibitan tanaman yang kemudian fungsinya menjadi tempat penyuluhan pertamanan Jakarta. Hampir sebagian besar tanaman di sini merupakan tanaman yang dibutuhkan untuk penghijauan kota. Salah satunya adalah Palem Raja yang biasa ditanam di jalan-jalan protokol Jakarta dan Istana Negara. Tak hanya itu, di sini terdapat lebih dari 500 jenis tanaman. Bisa dibilang taman ini adalah versi kecil dari Kebun Raya Bogor. Sayangnya kita tidak bisa mengetahui nama-nama tanaman di sini karena tidak tersedia papan nama.


Pada 13 Juni 2010, taman ini diresmikan Gubernur Fauzi Bowo sebagai Taman Lanjut Usia. Peresmian nama ini memang dimaksudkan agar taman ini menjadi ruang terbuka hijau bagi masyarakat lanjut usia di Jakarta. Lalu bertepatan pada Hari Tata Ruang 2012, taman ini diresmikan sebagai Hidden Park oleh Gubernur Joko Widodo.





Kalau kita lihat ke dalam, sebenarnya ada dua bagian. Pertama bagian yang berada di seberang Taman Ayodya. Di sini bisa dibilang sebagai area yang diperuntukkan untuk keluarga, selain ada taman bermain juga terdapat sebuah gazebo. Lalu di bagian kedua yang berada di sebelah utara terdapat lahan berumput yang penuh dengan pepohonan yang rindang. Di sini terdapat danau kecil yang ditumbuhi bunga teratai putih dan merah muda. Selain itu juga tedapat jalur lari sepanjang 750 meter yang mengelilingi taman. Di tengah taman terdapat bangunan Gedung Bina Taman yang diperuntukan untuk pusat informasi pembibitan tanaman dan juga di bagian belakangnya terdapat nursery tanaman hias.













Walau taman ini terbilang nyaman dan rindang, tapi konon katanya angker. Salah satu peserta yang juga tinggal di sekitar kawasan ini mengatakan jika sudah memasuki waktu sore menjelang malam, taman ini dipenuhi makhluk tak kasat mata, salah satunya penampakan kuntilanak yang beterbangan di pepohonan. Keangkeran taman ini bahkan dibuatkan film horor yang berjudul “Taman Langsat Mayestik” pada 2014. Makanya banyak yang menyarankan untuk tidak datang ke taman ini saat sore atau malam hari.

Cerita Di Balik Kaleng Biskuit Khong Guan
Setelah dari Taman Langsat, kami kemudian menuju ke Khong Guan Mart yang berada di Jalan Kyai Maja. Nah, meski hari ini kita fokus menjelajahi kawasan Blok D, lokasi Khong Guan Mart dan juga Pasar Mayestik justru masuk ke dalam kawasan Blok F. Toko ini terbilang sudah cukup lama ada di kawasan sini, bahkan seingat saya sudah dua kali direnovasi. Sekarang bangunannya lebih modern dan bagian dalamnya pun lebih keren daripada yang dulu. Sambil kita belanja biskuit, kita dapat cerita tentang sejarah Khong Guan.









Walau nama Khong Guan sangat popular di Indonesia, ternyata merek ini bukan berasal dari Indonesia melainkan dari Singapura. Jadi Khong Guan ini didirikan oleh kakak-adik asal Fujian, Tiongkok, Chew Choo Keng dan Chew Choo Han di Singapura. Awalnya mereka berdua bekerja di sebuah pabrik biskuit lokal, namun karena ada invasi Jepang membuat mereka berlindung ke Perak. Malaysia. Di sini mereka sempat membuat biskuit buatan tangan dan laris, tapi karena kurangnya pasokan tepung dan gula, mereka lalu berjualan garam dan sabun. Ketika Jepang pergi dari Singapura, mereka lalu kembali dan mulai membuka usaha biskuit. Bisnis mereka semakin sukses berkat beberapa mesin pembuat biskuit yang didapatkan Chew Choo Han dari tempat mereka bekerja dulu. Mesin ini lalu diperbaiki dan disesuaikan hingga mereka bisa memproduksi biskuit dengan mesin semi-otomatis ini. Jadi mereka tak repot memproduk biskuit dalam jumlah besar, karena mesin ini menggerakan adonan biskuit dengan sistem konveyor melalui oven bata. Penjualan biskuit mereka kemudian meningkat pesat dan pada 1947 mereka meresmikan Khong Guan Biscuit Factory (Singapore) Limited. Tak hanya itu, mereka juga melakukan ekspansi bisnis ke sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan tentunya Indonesia.


Saat masuk Indonesia, Khong Guan lebih dulu diimpor oleh perusahaan NV Giok San Kongsie pada 6 September 1956. Perusahaan ini dirintis oleh tiga orang, yaitu Ong Kong Ie, Kwee Boen Thwie (Hidayat Darmono) dan Go Swie Kie (Dasuki Angkosubroto). Hingga pada 1969, saat Ira Susanti dan Hartono Kweefanus masuk dalam kepemilikan perusahaan, mereka mulai memproduksi biskuit di Indonesia. Tepatnya pada 1971, mereka membuka pabrik biskuit Khong Guan di Surabaya, Jawa Timur. Nama NV Giok San Kongsie lalu berganti nama menjadi PT Khong Guan Biscuit Factory Indonesia pada Juni 1972 dan kemudian pada 2 Maret 1976, berubah menjadi PT Khong Guan Biscuit Factory Indonesia Ltd. Saat ini mereka memiliki 6 pabrik di Indonesia, di mana masing-masing pabrik memproduksi merek dan produk tersendiri, kecuali Khong Guan Merah atau Khong Guan Red Assorted Biscuits yang diproduksi beberapa pabrik karena paling popular di Indonesia.

Saking suksesnya, mereka kemudian mendirikan perusahaan lain yang juga memproduksi biskuit. Nama-namanya juga sangat familiar bagi masyarakat Indonesia, yaitu PT Nissin Biscuit Indonesia pada 1975, PT Monde Mahkota Biscuit dan PT Jaya Abadi Corak Biscuit Indonesia di 1983, serta PT Serena Indopangan Industri yang didirikan pada 1991. Masing-masing merek ini menargetkan pasar sendiri, seperti Khong Guan untuk pasar bawah, Nissin untuk pasar menengah dan Monde untuk pasar kelas atas. Bahkan bisa dibilang Khong Guan Grup menjadi pemimpin pasar untuk produk biskuit di Indonesia, di mana diperkirakan menguasasi hampir 70% pangsa pasar biskuit di Indonesia. Lalu, siapa sih kompetitornya di Indonesia? Tentu saja Mayora. Oya, hingga kini Khong Guan Group masih ditangani dan dimiliki oleh keluarga Darmono yang merupakan salah satu pendiri perusahaan ini Indonesia.

Nah, tadi sempat saya singgung jika produk yang paling dikenal adalah Khong Guan Red Assorted Biscuits. Mungkin sebagain besar dari kita akan langsung tahu yang mana produknya. Ya, di kaleng biskuit ini ada gambar keluarga yang hanya ada seorang ibu beserta dua orang anaknya di meja makan. Gambar ini bahkan sering dijadikan bahan perdebatan, kenapa tidak ada sosok ayah? Ke mana sang ayah pergi? Entah ini jawaban yang tepat atau tidak, tapi menurut sang pelukis yaitu Bernardus Prasodjo, ia melukisnya berdasarkan pesanan dari Khong Guan pada 1971, di mana sengaja menonjolkan sosok ibu karena kebanyakan pembelinya didominasi oleh ibu-ibu. Ya bisa dibilang, kalau urusan belanja kebanyakan dilakukan oleh para ibu. Tapi ternyata selain itu, gambar ini sebenarnya diadaptasi dari buku cerita anak berjudul “Telling the Time” terbitan penerbit Inggris, Ladybird pada 1962. Bernardus kemudian mengubah dan melukis ulang dengan beberapa modifikasi sesuai era 1970-an. Selain menciptakan desain kaleng Khong Guan, Bernardus juga mendesain kaleng Monde dan Nissin Wafer, serta logo sirup Marjan.
Blusukan ke Dalam Pasar Mayestik
Setelah puas memborong beberapa biskuit, kami melanjutkan perjalanan ke dalam Pasar Mayestik. Pasar ini dikenal sebagai salah satu pusat tekstil di Jakarta. Nama pasar ini muncul ketika dulu di sini dibangun sebuah gedung bioskop bernama Bioskop Majestic pada 1950. Dulu bioskop ini menayangkan film-film Hollywood dan Indonesia di dalam 4 teater. Adanya bioskop ini kemudian membuat kawasan ini ramai dan menyusul banyak pertokoan dibuka di sekitar bioskop. Hingga dibukalah sebuah pasar pada 1981 dengan nama yang sama dengan nama bioskop. Sayangnya bioskop ini kemudian tutup pada 1998 dan berubah menjadi Toko Buku Anggrek. Bangunannya tepat berada di sebelah kiri saat kita masuk ke dalam area pasar dari Jalan Kyai Maja. Pasar Mayestik kemudian lebih kenal sebagai pusat tekstil, dengan toko-toko kain yang sebagian besar dimiliki oleh orang-orang keturunan India seperti di Pasar Baru.






Gedung pasar yang berada di bagian tengah merupakan bangunan baru, sedangkan beberapa toko yang mengelilingi gedung pasar masih merupakan bangunan lama. Pada 2010, gedung pasar dilakukan peremajaan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PD. Pasar Jaya bekerjasama dengan PT. Metroland Permai. Peremajaan pasar seluas 6.905 m2 ini menghabiskan biaya sebesar Rp357,7 miliar. Pasar dibangun menjadi 7 lantai, di mana lantai dasar diisi oleh pedagang pakaian jadi dan aksesoris, lalu di lantai atas ada beberapa los penjahit, toko kain dan butik, dan di lantai basement terdapat pasar basah dan juga toko bahan kue serta perlengkapan pernikahan. Peremajaan pasar selesai pada 2012 dan tepat pada 16 Juni 2012 diresmikan oleh Gubernur Fauzi Bowo.




Di area pasar ini terdapat bangunan bekas toko yang cukup legendaris, namanya Esa Mokan dan EG Toserba. Dulu toko ini menjual berbagai pakaian, mainan, hingga perlengkapan rumah. Entah kapan toko ini tutup, tapi Esa Mokan sendiri dikenal sebagai toko yang menjual barang-barang vintage. Namun menurut salah satu peserta yang dulu pernah ke dalam toko, sebenarnya toko ini bukan khusus menjual barang vintage tapi memang barang yang dijual adalah barang-barang lama yang tidak laku dan sekarang menjadi barang vintage. Saat kami ke sini, hanya ada toko Esa Genangku yang masih buka dan juga masih satu pemilik dengan Esa Mokan. Esa Genangku ini dikenal sebagai department store yang memiliki 2 lantai. Mungkin jika dibandingkan dengan department store sekarang, mirip seperti Matahari Department Store. Saya sempat melihat ke dalam dan memang kebanyakan barang yang dijual merupakan baju-baju lama yang sekarang masuk dalam kategori vintage. Lalu EG Toserba kini sudah digunakan sebagai bagian dari bangunan Super Indo Kamaja.




Toko yang diperkiraan sudah ada sejak 1965 ini dulu menjadi salah satu ikon di Pasar Mayestik. Oya, nama kedua toko ini ternyata berasal dari lirik lagu daerah Minahasa. Bisa jadi pemiliknya berasal dari Minahasa. Judulnya sendiri adalah “Esa Mokan”. Liriknya berbunyi seperti ini: Esa mokan genangku wia niko. Esa mokan diartikan sebagai satu saja, sedangkan genangku diartikan harapan atau hati, jadi jika digabungkan kira-kira artinya menjadi satu-satunya hati untukmu (wa niko bisa diartikan sebagai kepadamu). Oya, sebenarnya pasar ini memiliki banyak kuliner yang legendaris dan menarik untuk dicicipi. Mungkin lain kali saya buat penjelajahan sendiri untuk mengunjungi tempat-tempat makan ini.
Beli Sepatu Replika di Pasar Taman Puring
Akhirnya kita sampai di tujuan terakhir, yaitu Pasar Taman Puring. Pasti sudah banyak yang tahu ya, jika pasar ini dikenal sebagai pusat sepatu murah. Ternyata pasar ini sudah ada sejak 1960-an. Dulu di sini menjadi tempat berjualan para pedagang pikulan dan pangkalan oplet. Lalu pada 1983, Gubernur Soeprapto membangun pasar untuk menampung pedagang barang bekas di Jakarta Selatan. Di tahun yang sama pula dibangunlah sebuah taman di samping pasar. Ketika krisis moneter pada 1997, Walikota Jakarta Selatan saat itu berinisiatif menyediakan tenda-tenda untuk berdagang. Para pedagang yang kebanyakan korban PHK diperbolehkan untuk berjualan pada hari Sabtu dan Minggu di sini. Bahkan saat itu nama pasar ini dikenal dengan nama Pasar Tunggu atau Pasar Sabtu Minggu. Seiiring berjalannya waktu, banyak pedagang yang kemudian tidak hanya berjualan pada hari Sabtu dan Minggu, namun setiap hari. Semakin lama semakin banyak pedagang yang berjualan di sini dan sebagian ada yang membuka lapak hingga masuk ke dalam area taman.




Satu cerita dari salah satu peserta yang juga tinggal di dekat kawasan ini, dulu pasar ini dikenal sebagai tempat untuk menjual barang hasil tadahan atau curian. Banyak pengguna narkoba yang menjual barang-barang miliknya atau keluarganya di sini untuk mendapat uang yang digunakan untuk membeli narkoba. Bahkan barang-barang hasil jarahan juga dijual di sini. Itu pula yang membuat pasar ini terkesan seram dan kumuh. Sekitar akhir 1999, pedagang barang bekas ini dipindahkan ke lokasi yang dekat dengan Stasiun Kebayoran Lama.
Pada 2002, pasar ini dilanda kebakaran. Pasar Taman Puring kemudian dibangun kembali dengan bangunan baru yang memiliki dua lantai. Setelah dibuka kembali, pasar tak lagi punya kesan seram. Banyak pedagang yang menjual tas, sepatu, suku cadang mobil dan barang elektronik yang bisa kita jumpai di dalam pasar ini. Sebagian besar pada pedagang di sini berasal dari Sumatra Utara, Jawa Barat dan Madura. Sekitar awal 2000-an, pasar ini menjadi referensi anak muda Jakarta yang ingin membeli sepatu merek ternama dengan harga murah. Kebanyakan sepatu yang dijual adalah sepatu reject dari pabrik sepatu sekitar Jakarta. Namun ketika pabrik-pabrik ini tutup dan pindah ke Vietnam, muncul sepatu-sepatu replika dari merek tenama buatan Tiongkok, Thailand, dan Vietnam. Namun pamor pasar ini kemudian meredup sejak adanya tren belanja daring. Pasar ini kemudian sepi, tak seramai dulu. Walau demikian masih ada juga pembeli yang datang untuk mencari sepatu merek ternama dengan harga yang ramah di kantong.






Tepat di sebelah pasar terdapat Taman Puring yang dibangun bersamaan dengan pasar pada 1983. Saat itu taman ini dibangun untuk menambah fasilitas rekreasi dari pasar. Mungkin maksudnya anak-anak bisa bermain di sini sambil menunggu orang tua mereka berbelanja di dalam pasar. Meski sempat beberapa lapak pedagang yang masuk ke dalam taman ini, pemerintah DKI Jakarta kemudian melakukan pembenahan taman. Hingga pada Oktober 2019, taman ini direvitalisasi dan kemudian selesai pada Januari 2020. Di dalam taman ini disediakan beberapa fasilitas, seperti jalur lari, jalur untuk skateboard, arena parkour, dan taman air mancur. Menurut Gubernur Anies Baswedan, taman direvitalisasi untuk menambah area terbuka hijau bagi masyarakat sekitar. Selain dipakai sebagai ruang terbuka hijau, taman ini juga dimanfaatkan untuk menampung resapan air.











Nah, itu dia cerita sekitar kawasan Blok D. Sebenarnya ada satu bangunan lagi yang juga cukup bersejarah di kawasan Blok D ini. Mungkin lain kali saya coba sambangi dan saya tambahkan dalam kisah perjalanan ini. Meski tak begitu luas, buktinya ada banyak cerita menarik dari Blok D. Jika ingin menyusuri lebih jauh, kita bisa sampai ke kawasan Gandaria dan juga Kebayoran Lama. Semoga lain waktu ada kesempatan dan juga rute yang khusus bercerita tentang dua kawasan ini. Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpah di cerita perjalanan berikutnya ya!
2008-2014 saya akrab dgn Taman Langsat krn kantor saya di Jalan Langsat I 😇
LikeLike
wah, pasti punya banyak cerita tentang Taman Langsat ya
LikeLike
Dear Ka Arya Wardhana,
Terimakasih sudah menuli dan membuat blog perjalanan nya yang sistematik dan informatif. Ini berkesan sekali untuk saya dan menjadi ingin berkunjung dan ikut mencoba trip perjalanan menyusuri kota dan mengetahui sejarah nya.
Andi
7 Maret 2023
LikeLike
Wah, terima kasih sekali Andi sudah membaca blog saya. Semoga keinginan untuk menyusuri Jakarta segera terwujud ya. Cheers!
LikeLiked by 1 person