SINGAPURA: Jalan-Jalan Ke Singapura

Perjalanan menuju ke Singapura kali ini sempat terhalang dengan isu wabah coronavirus. Apalagi keberangkatan saya ke sana tak jauh dari keputusan pemerintah Singapura yang menaikkan Disease Outbreak Response System Condition (DORSCON) ke level Orange. Satu level di bawah level Merah. Bahkan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia juga menerbitkan Travel Warning ke Singapura, bagi warga negara Indonesia yang hendak berpergian ke luar negeri. Namun, setelah saya mencoba mencari informasi melalui berbagai sumber. Singapura masih aman untuk didatangi dan bahkan beberapa lokasi wisata masih tampak ramai. Jadi saya memutuskan untuk tetap berangkat ke Singapura. Apalagi saya sudah membeli tiket jauh-jauh hari, termasuk beberapa tiket atraksi dan konser Joe Hisaishi yang akan digelar di Esplanade. Ini juga alasan saya tetap berangkat karena penyelenggara tidak membatalkan konser.

Sebelum berangkat, sudah banyak orang yang mewanti-wanti agar saya berhati-hati, memakai masker dan membawa hand sanitizer. Mau tidak mau saya membeli beberapa barang ini (yang saat ini susah ditemui di Indonesia, jika pun ada harganya berkali-kali lipat). Pokoknya masker, hand sanitizer, dan Tolak Angin masuk ke dalam tas. Saking terlalu fokus dengan hal ini, saya sampai lupa membawa travel adapter (akhirnya dengan terpaksa membeli sesampainya di Singapura).

Saya berangkat dengan menggunakan pesawat Scoot dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Cuaca pagi itu lumayan mendung dan ketika di bandara, hujan turun dengan deras. Jadwal keberangkatan sedikit mundur beberapa menit. Sebenarnya saya bisa menggunakan maskapai yang lain, tapi saya memilih Scoot karena ingin mencoba naik maskapai low-cost yang dimiliki oleh Singapura. Sejauh yang saya rasakan, tak jauh berbeda dengan Air Asia. Mungkin lain waktu saya mungkin harus mencoba Singapore Airlines atau Silk Air.

Ketika memasuki pesawat, kami disambut para awak kabin yang menggunakan masker (tapi tidak semuanya menggunakan masker). Tak lama, pesawat take-off dan meninggalkan tanah air. Meski perjalanan ke Singapura tidak terlalu lama, tapi masih bisa saya manfaatkan untuk tidur sesaat. Tak lama pilot menginformasikan jika kami akan segera mendarat di Singapura. Dari jendela, sudah tampak gedung dan juga bangunan Marina Bay Sands yang ikonik dari kejauhan. Sebelum mendarat, beberapa awak kabin membagikan formulir kedatangan ke Singapura. Kita bisa mengisinya saat di dalam pesawat atau ketika hendak menuju ke loket imigrasi. Cara pengisiannya mudah, tapi jika masih bingung nanti akan ada cara pengisiannya di dekat area imigrasi.

SG080

Saya mendarat di Terminal 1 Changi. Setelah beres urusan imigrasi, saya langsung mencari booth UOB untuk mengambil simcard StarHub dari KLOOK. Saya menggunakan paket kuota 100GB untuk 7 hari. Awalnya agak bingung karena ada dua booth, tapi akhirnya setelah berkeliling ketemu juga dengan booth yang benar. Sekaligus saya menukarkan uang Rupiah saya ke Dolar Singapura. Tak jauh dari lokasi kedatangan, ada Jewel Changi. Saya hanya sempat sepintas melihatnya, karena di hari keempat saya sudah menjadwalkan untuk berkeliling dan mencoba seluruh atraksi di Jewel Changi.

Waktu di Singapura lebih cepat 1 jam dari Jakarta. Waktu sudah menunjukkan jam 2 siang. Perut sudah merasa sangat lapar. Saya segera mencari Skytrain untuk menuju Terminal 2, tempat di mana stasiun MRT berada. Lokasi Skytrain juga mudah dicari, demikian pula dengan stasiun MRT. Cukup mengikuti penunjuk arah. Nah, untuk naik MRT kita bisa menggunakan tiket sekali jalan atau menggunakan kartu EZ-Link. Tapi berhubung saya menggunakan kartu Jenius, saya coba untuk tap di pintu masuknya. Ternyata bisa digunakan seperti kartu EZ-Link.

Untuk menuju ke arah kota, kita harus transit sekali di stasiun Tanah Merah. Jika tujuannya ke dekat Marina Bay, kita bisa turun di stasiun City Hall. Saat itu saya lihat beberapa orang Singapura tidak menggunakan masker dan seakan biasa-biasa saja menghadapi wabah COVID-19. Padahal beberapa hari sebelumnya terjadi panic buying di sejumlah supermarket karena pemerintah menaikkan level DORSCON. Oya, suasana di dalam MRT terbilang cukup normal. Demikian pula di Changi, tapi mungkin agak sepi (walau saya sendiri tidak tahu, seberapa ramaikah Changi di hari-hari yang normal).

Sesampainya di stasiun City Hall, saya menuju ke Hill Street tempat penginapan saya berada. Saya menginap di lyf Funan, sebuah hotel berkonsep co-living yang berada di atas Funan Mall. Untuk mencari hotel ini juga agak susah, karena tidak ada penunjuk arah. Setelah berputar, akhirnya saya menemukan lift yang langsung menuju ke hotel. Seperti biasa, kita akan diperiksa suhu tubuh dengan menggunakan thermometer inframerah. Lalu diminta mengisi formulir mengenai kondisi kesehatan dan riwayat perjalanan sebelumnya. Proses check-in terbilang cepat, untuk kunci kamar sudah menjadi satu dengan aplikasi lyf by Ascott (cukup mengaktifkan Bluetooth).

Meski harganya lumayan mahal, tapi hotel ini berada di lokasi yang sangat strategis. Kamar saya terbilang cukup besar dan saya senang dengan interiornya. Untuk amenities, semua menggunakan Ideology, produk organik dari Australia. Oya, tidak ada televisi di dalam kamar ya. Tapi jaringan wifi-nya sangat kencang. Ada pantry di dekat lift, jadi bisa kita bisa menitipkan makanan di dalam lemari es (dengan menandainya dengan nama kita) dan mengambil air minum di sini. Di dalam kamar disediakan cangkir dan pemanas air listrik. Setelah membereskan barang bawaan, saya segera mengganti baju dan segera mencari makan siang.

Tujuan utama makan siang saya adalah Song Fa Bakut Teh. Lokasinya tak jauh dari penginapan, di area Chinatown. Sayangnya ketika saya datangi, tokonya tutup. Pegawai resto menyuruh saya ke arah Chinatown Point, karena di sana masih buka. Tak apalah berjalan kaki lagi dan akhirnya sampai di Chinatown Point. Restoran ini cukup populer di Singapura sejak 1969. Song Fa Bakut Teh hanya menyediakan bakut teh dengan kuah khas Teochew, yaitu kuahnya bening dan mengandung bawang putih dan lada. Bakut sendiri dalam dialek bahasa Cina artinya tulang iga babi (jadi sudah pasti non-halal ya). Saat itu saya memesan Pork Ribs Soups dan Braised Pork Belly, samcan masak kecap. Kalau menurut saya, kuahnya segar, dagingnya empuk dan mudah terlepas dari tulang iganya. Saya langsung jatuh cinta dengan bakut teh ini!

Setelah perut kenyang, saya berjalan kaki menuju ke Merlion Park. Tempat di mana Patung Merlion berada. Rasanya belum lengkap jika belum berkunjung ke sini, serasa belum menginjak negara Singapura. Saya memilih jalan kaki karena cuaca sedang tidak terik dan pastinya karena trotoar di sini begitu nyaman untuk dilalui. Tak sampai 10 menit, saya sampai di Merlion Park. Di sini terdapat patung paling dicari di Singapura. Patung yang menjadi simbol Negara Singapura ini berbentuk kepala singa dengan paduan badan seperti ikan yang berada di atas ombak. Patung ini di rancang oleh Fraser Brunner, seorang ahli Ikitiologi (atau ahli ikan) pada 1963 untuk Badan Pariwisata Singapura dan kemudian dibangun oleh seniman asal Singapura, Lim Nang Seng pada 1964.

Patung ini memiliki cerita yang menarik. Kepala singa pada Patung ini melambangkan sosok singa yang pernah ditemui oleh Pendiri kerajaan Singapura, Sang Nila Utama. Sang Nila Utama menjumpai sosok singa tersebut saat berburu di sebuah pulau dalam perjalanannya ke Malaka. Ikan dalam patung Merlion melambangkan kota kuno Temasek yang merupakan perkampungan nelayan. Temasek ini kemudian diubah namanya oleh Sang Nila Utama menjadi “Singapura” yang dalam bahasa Sansekerta berarti Kota Singa. Oya, Gigi di patung ini memiliki makna, yaitu untuk satu gigi Merlion, melambangkan satu etnis di Singapura.

Puas berfoto, kemudian saya berjalan menuju ke seberang. Melalui Jubilee Bridge, yang berdampingan dengan Esplanade Bridge. Jembatan ini dibangun pada 2015 untuk memperingati Golden Jubilee Negara Singapura (HUT Singapura ke-50 tahun). Pembangunan jembatan ini dimaksudkan agar pejalan kaki mudah melintas dari Merlion Park menuju area promenade di depan Esplanade. Jembatan yang satunya, Esplanade Bridge dibangun pada 1997 untuk mempermudah lalu lintas yang sebelumnya melalui Anderson Bridge. Oya sejak 2008, Esplanade Drive yang berada di atas jembatan ini termasuk dalam lintasan F1 Marina Bay Street Circuit. Jalur yang saya lalui adalah Esplanade, The Float, dan Helix Bridge.

Nah, kalo Helix Bridge ini mirip dengan Jubilee Bridge yang dikhususkan untuk pejalan kaki. Desain jembatan ini mirip dengan struktur DNA dan memiliki panjang 280 meter. Dibuka pada 2010, jembatan ini sering menjadi tempat untuk berfoto. Apalagi menjelang sore, perpaduan antara matahari terbenam dan warna-warni tata lampu yang menghiasi jembatan ini. Di pinggir ada semacam balkon untuk melihat kawasan Marina Bay. Bisa berfoto dengan latar pemandangan pencakar langitnya Singapura.

Tujuan saya berikutnya adalah Red Dot Design Museum. Museum ini berisikan koleksi desain kontemporer yang memenangkan Red Dot Design Award. Gedung yang sekarang merupakan cabang kedua dan pertama serta satu-satunya di Asia. Kebetulan saat saya ke museum ini, sedang ada pameran bertajuk Human-Nature. Pameran tentang hubungan antara manusia dan teknologi. Jika kalian memang penggemar berat dan penikmat desain-desain kontemporer, museum ini cocok untuk dikunjungi. Untuk membeli tiketnya bisa melalui KLOOK ya.

Cuaca sore itu tampak mendung, padahal saya hendak menuju ke Marina Bay Sands Skypark. Ketika menuju ke arah hotel, hujan tiba-tiba turun. Dalam hati, jangan sampai Skypark tutup karena cuaca hujan. Saya terus berjalan menuju ke pintu masuk Marina Bay Sands Skypark yang berada di tower ketiga. Sebelum masuk, kita diminta untuk berfoto dulu di depan layar hijau dan kemudian berikan semacam kartu yang berisikan QR code untuk mengunduh foto kita secara gratis di website Marina Bay Sands. Awalnya saya piker QR code ini untuk dipindai saat masuk ke dalam antrian, ternyata kita cukup memindai tiket KLOOK dari ponsel. Antriannya saat itu tidak panjang, jadi saya langsung masuk ke dalam lift untuk menuju ke lantai 57.

Sands Skypark ini menaungi tiga tower hotel mewah di bawahnya. Bentuknya sangat unik karena berbentuk seperti kapal pesiar. Panjangnya mencapai 340 meter dengan kapasitas hingga 3.900 orang. Di sini juga ada infinity pool sepanjang 150 meter dan berada di ketinggian 191 meter dari atas tanah. Kolam renang ini merupakan kolam renang melayang terpanjang di dunia. Selain itu terdapat restoran, klub malam, taman dengan ratusan pohon dan tanaman, serta Observation Deck di sisi tower tiga. Dari Observation Deck ini kita melihat jelas pemandangan Singapura, Gardens by the Bay dan Supertree Grove dari atas, atau laut yang membentang dari Marina South Pier hingga Selat Singapura. Bahkan katanya sih jika cuaca sedang cerah, kita bisa melihat Johor, Malaysia dan Batam, Indonesia dari Observation Deck. Oya, Sands Skypark juga mengantongi rekor sebagai ruang menggantung terbesar di dunia dengan kantilever sejauh 67 meter di menara utara.

Saya cukup lama berada di Observation Deck, meski sebenarnya saya yang punya fobia dengan ketinggian, ini kayak semacam uji nyali buat saya. Untuk melihat ke arah pinggir saja, saya harus berpegangan erat. Padahal pembatasnya cukup tinggi. Di sini kita bisa menunggu matahari terbenam atau sekadar melihat pemandangan kota dan lautan dari kejauhan. Jika ada uang berlebih, kalian bisa memasuki kawasan kolam renang (apalagi jika kalian menginap di hotel super mewahnya). Mungkin lain kali ya, lagian pastinya akan mengerikan bagi saya untuk berenang di kolam yang persis di pinggir gedung. Beruntung waktu itu cuaca sangat bersahabat, walau sedikit berangin. Setelah puas foto-foto dan melihat sekeliling, akhirnya saya memutuskan untuk turun. Ketika turun, saya ditawari foto yang diambil saat berada di bawah. Auntie-auntie yang berjaga menawarkan satu set seharga SGD50, saya akhirnya bilang tidak jadi. Lalu dia menawarkan harga SGD30, hanya berupa foto dan frame tipis. Entah kenapa saya mengiyakan. Padahal beberapa pengunjung lainnya ada yang tidak membeli. Tapi ya sudah, saya membelinya sebagai kenang-kenangan. Walau sedikit berat juga merogoh uang sedemikian besarnya. Haha. Padahal kita bisa mengunduhnya melalui website secara gratis.

Pulang dalam kondisi ngedumel, akhirnya mampir ke The Shoppes at Marina Bay Sands untuk membeli boba. Di sini ada HeyTea yang cukup terkenal. Beruntung tidak perlu antri, jadi saya langsung dilayani. Saya memesan Milk Tea Boboshake yang katanya rekomendasi Heytea. Oya, merek minuman boba ini ternyata berasal dari Provinsi Guangdong, China. Sejak didirikan tahun 2012, namanya Royal Tea dengan menu andalan salty milk tea. Pada 2016, Royal Tea berubah konsep menjadi Hey Tea dengan menu andalan teh dingin ber-topping keju. Kalau menurut saya, rasanya cukup pas di lidah dan tidak terlalu manis.

Saya lalu beranjak menuju ke Event Plaza yang berada di depan mall. Di sini kita bisa duduk-duduk sambil melihat suasana matahari terbenam. Nah, kalau malam biasanya akan ada Spectra – A Light & Water Show. Di hari biasa, ada dua kali jadwal pertunjukan dan di akhir pekan ada tiga kali pertunjukan. Jadi ini semacam pertunjukan air mancur menari seperti yang ada di Monas. Durasinya sekitar 15 menit dengan iringan lagu bertemakan orkestra. Sayangnya karena adanya wabah COVID-19, pertunjukan ditiadakan sementara waktu. Sayang sih, padahal sudah duduk lama dan ternyata tidak ada pertunjukan.

Akhirnya saya memutuskan pulang, tapi tiba-tiba hujan. Meneduh dulu di The Shoppes at Marina Bay Sands. Di sini baru tahu jika ada Digital Light Canvas dari teamLab. Cukup menarik untuk dilihat saat hujan turun. Sebenarnya bisa masuk, tapi sepertinya harus membayar. Jadi cukup menikmatinya dari atas saja. Haha. Tak lama hujan sudah reda, akhirnya berjalan melalui Helix Bridge. Kali ini jembatan sudah penuh dengan lampu warna-warni. Menarik buat yang suka berfoto.

Sesampai di Funan Mall, saya langsung menuju ke McDonalds. Cukup mengantri di mesin pemesanan. Lumayan untuk mengisi perut sebelum tidur. Akhirnya sampailah di hotel. Langsung selonjoran setelah seharian berjalan. Saatnya tidur, besok kita lanjut jalan-jalannya.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s