Dan hari ini pun usai seiring dengan bertambahnya usia saya menjadi 27 tahun. Angka yang sangat nanggung, apalagi tidak ada perayaan khusus yang merayakan angka tersebut. Tapi biarpun begitu, angka ini tetap istimewa karena menegaskan kalau saya masih berkepala dua (masih ada waktu tiga tahun untuk bersenang-senang sebagai manusia dua puluhan, sebelum akhirnya dimahkotai dengan kepala tiga). Ha! Nah, karena saya masih dua puluhan. Saya ingin merayakan hari kelahiran saya tidak dengan pesta, tapi sesuatu yang berbeda. Memang setelah tiga yang lalu kakak saya meninggal di hari ulang tahun saya, tidak ada keinginan sekalipun untuk merayakan ulang tahun secara besar-besaran atau meriah. Tapi kali ini, saya memilih untuk merayakannya sendiri. Yah, saya memutuskan untuk pergi ke Bogor sendirian. Berhubung tanggal 6 Juni jatuh pada hari Senin, jadi saya manfaatkan dua puluh empat jam terakhir usia 26 tahun saya di hari Minggu kemarin.
Sengaja saya tidak memberitahukan orang-orang terdekat saya, bahkan seharian saya matikan ponsel dan tak sekalipun mencoba memeriksa akun jejaring sosial saya. Perjalanan saya hanya ditemani ponsel yang sudah saya matikan sinyalnya (sehingga berfungsi sebagai pemutar lagu) dan kamera saku Canon IXUS 130 saya. Dua hari sebelum keberangkatan saya mencoba mencari informasi seputar Bogor, ya paling tidak ada beberapa titik yang harus saya datangi ketika berada disana. Lagipula, impian melakukan perjalanan ke Bogor sudah saya idamkan sejak akhir tahun lalu. Ya, karena belum ada waktu yang pas. Jadi akhirnya rencana ini selalu gagal. Sebenarnya saya sudah lama juga ingin melakukan perjalanan SENDIRIAN, untuk sekadar menyepi dan menikmati waktu yang saya miliki.
Saya juga ingin mengabadikan setiap momen yang saya alami selama berada di Bogor (dan termasuk perjalanan saya). Jam 5 pagi saya sudah dipaksa bangun oleh kedua ponsel saya. Padahal semalam saya baru tidur jam 1 pagi. Akhirnya dengan sedikit terkantuk saya berjalan menuju ke Halte Transjakarta Kelapa Dua Sasak, yang tak jauh dari rumah kos saya. Pagi itu cukup banyak terjadi drama. Pertama bus datang terlambat dan kedua, bus koridor I ternyata baru beroperasi jam 9 pagi. Thanks to 10K, yang akhirnya mengubah rencana perjalanan saya. Saya kemudian memutuskan naik KRL Pakuan Ekspress dari Stasiun Juanda. Pukul 7.42, kereta yang ditunggu-tunggu pun tiba. Agak terkejut saat melihat dalam kereta. Ternyata bersih dan nyaman. Perjalanan selama satu jam menuju Bogor tak begitu terasa. Mungkin karena masih masuk ke dalam wilayah Jabodetabek, jadi seperti sedang pergi ke desa sebelah.
Sesampainya di Stasiun Bogor, lagi-lagi saya dibuat terkejut. Saya pikir stasiunnya besar layaknya Stasiun Jakarta Kota atau Stasiun Tanjung Priok. Walau demikian, arsitektur bergaya kolonial masih kental terasa di stasiun ini. Oya, rencana pertama yang saya ingin lakukan ketika sampai di Bogor adalah mengikuti misa minggu pagi di Gereja Katerdral Bogor (yang ternyata tidak jauh dari stasiun). Meski bercelana pendek, saya nekat masuk dan duduk di barisan yang tak terlalu jauh dari tempat paduan suara. Gereja ini langsung mengingatkan saya dengan gereja yang ada di dekat sekolah saya dulu di Muntilan. Mungil dan memiliki gaya arsitektur yang sama.
Setelah mengikuti misa, saya iseng menuju ke Taman Topi atau Plaza Kapten Muslihat. Letaknya diantara stasiun dan gereja. Tak banyak yang istimewa di tempat ini, selain beberapa bangunan yang berbentuk topi dan buah-buahan. Di dalamnya ternyata ada taman bermain, kalau tak salah ingat namanya Taman Ade Irma (putri salah satu Jendral yang terbunuh saat G30S). Untuk masuk, Anda hanya cukup membayar dengan senyuman alias gratis. Hanya saja, untuk naik beberapa wahana (yang sangat sederhana), Anda harus membayar 2000-3000 rupiah. Ya, kalau untuk ukuran masyarakat Bogor, taman bermain ini cukup memberikan banyak hiburan. Banyak raut kebahagian yang terlukis pada wajah anak-anak yang bermain di tempat ini. Oya, satu hal paling penting yang ingin saya bagikan adalah kebersihan toiletnya. Luar biasa, meski wc-nya jongkok, tak sekalipun saya mencium bau pesing (bahkan di bagian urinary). Dua jempol deh buat cleaning service-nya. Mungkin cleaning service kantor saya perlu ikut training di Taman Topi deh, biar tambah wangi toilet kantor saya.
Oke. Saya lalu berlanjut mengunjungi Musem Zoologi Bogor. Saat melihat gedung museum yang tak tampak ada kehidupan, membuat saya sedikit kecewa. Namun, setelah saya bertanya dengan salah satu petugas keamaan yang berjaga dekat museum itu, ternyata untuk masuk ke museum tadi sudah termasuk satu paket dengan tiket masuk Kebun Raya Bogor. Saya pun kembali bersemangat. Tak jauh dari tempat itu, gerbang masuk Kebun Raya Bogor telah menanti saya. Cukup dengan membayar 9500 rupiah, Anda bisa menikmati semua fasilitas di dalam kebun raya (untuk jelasnya, lebih baik Anda bertanya ke bagian informasi yang dekat dengan loket penjualan tiket.
Lagi-lagi saya dibuat terkejut, ternyata Istana Bogor masih masuk dalam wilayah Kebun Raya Bogor (meski ternyata pada akhirnya tak ada satupun pintu masuk ke area istana, kalau ada itupun terkunci). Tapi tujuan pertama saya adalah Museum Zoologi. Dulu saya memang ingin sekali datang mengunjungi museum ini, setelah guru IPA saya (entah waktu SD atau SMP) bercerita tentang museum ini. Katanya menyimpan banyak sekali koleksi fauna dan bebatuan (oya, ternyata ini beda museum). Sayangnya, saya tak terlalu terpukau saat memasuki museum ini. Saya malah jadi ingat dengan perpustakaan dan laboratorium di SMP saya dulu. Lawas dan tak terurus (berdebu lebih tepatnya). Amat disayangkan, padahal isinya luar biasa loh. Jarang sekali kita bisa menemui beberapa jenis binatang yang ternyata adalah binatang asli Indonesia. Yang paling berkesan sih, patung Badak Bercula Satu. Wah, ternyata hewan yang satu ini memang besar. Kulitnya saja sudah mirip dengan permukaan ban mobil. Yah, paling tidak negara ini masih punya museum semacam ini. Semoga saja, kelak museum ini bisa berkembang seperti museum-museum lain di mancanegara. Oya, bersiaplah kepanasan ketika masuk museum ini. Tidak ada satupun air conditioner (padahal, bukannya perlu yah untuk menjaga koleksi museum ini?).
Saya kemudian mencoba berjalan-jalan di dalam kebun raya. Wah, ternyata sejuk sekali. Padahal tadi di luar kebun raya terasa begitu panas. Masyarakat Bogor harus berterima kasih kepada kebun ini, kalau tidak akan terasa seperti panas neraka Jakarta. Sayangnya saya tak membawa bekal, jadi tak bisa ikutan piknik seperti kebanyakan orang yang datang ke tempat ini. Ah, lebih baik saya mendekati kolam dekat Istana Bogor. Siapa tahu ada yang menawari saya bekal piknik mereka.
Takjub, itu pertama yang saya rasakan ketika melihat Istana Bogor. Meski dari kejauhan, saya bisa merasakan kemegahannya. Saya mencoba mengambil beberapa foto, eh kok fotonya mirip dengan kartu-kartu pos bergambar Istana Bogor. Sepertinya saya berdiri di titik tempat para fotografer sering mengabadikan istana ini. Puas saya berjalan-jalan disekitar kebun raya, saya melanjutkan perjalanan ke Jalan Suryakencana. Jalan ini adalah kawasan pecinan yang cukup besar di Bogor. Di ujung jalan, ada klenteng Hok Tek Bio atau Vihara Dhanagun. Berdiri berdampingan dengan Plaza Bogor, klenteng ini ternyata masih mampu menyedot banyak pengunjung. Bahkan ada pula beberapa perempuan berjilbab yang masuk ke dalam kawasan klenteng. Aroma keberagaman cukup terasa disini, oya apalagi ada relief kisah Sun Go Kong yang menyambut para pengunjung di dekat pintu masuk. Jadi ingat dengan serial yang dulu hits di salah satu stasiun televisi swasta. Karena sudah jam makan siang, akhirnya saya mencari-cari makanan non halal di kawasan ini. Sambil melintasi kawasan pasar, saya mencoba mencari Ngo Hiang khas Gg. Aut (saya sempat salah sebut menjadi Gg, Atut). Saya malahan nyasar ke Jalan Ranggagading, yang ternyata dulu adalah kawasan bekas bioskop Ranggagading. Sayang, hanya tinggal puing-puing saja.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya saya bertemu dengan si Aut. Meski sempat nyasar ke Gg. Roda, saya malah bertemu dengan penjual asinan dan bir kocok. Kalau asinan Bogor sepertinya sudah terlalu biasa, jadi saya mencoba bir kocok si Abah. Rasanya mampu menggelitik lidah. Cara menyajikannya pun unik, harus dikocok dulu di sebuah wadah berbentuk silinder. Oh, jadi ini awal mula nama bir kocok. Saya pikir, hanya disitu si Aa gondrong berjualan. Ternyata di perempatan jalan saya menemui teman si Aa gondrong. Sama-sama si Abah pula. Wah, kayaknya sudah jadi franchise yang menjanjikan nih bir kocok.
Tapi, yang paling dicari akhirnya ketemu. Ngo Hiang asli Gg. Aut (entah kenapa pindah ke Jalan Suryakencana, mungkin lebih strategis karena Gg. Aut jalannya menurun). Saya lalu pesan Ngo Hiang campur, maksudnya dicampur dengan kentang dan tahu, serta acar lobak. Jujur, saya sendiri tidak tahu Ngo Hiang itu apa. Pertama kali disajikan di depan mata, kok mirip seperti siomay goreng yah? Bahkan si pelayan saja tidak bisa menjawab saat saya tanya. Akhirnya saya mendefinisikan kalau Ngo Hiang itu mirip siomay dan rolade. So far, rasanya enak kok.
Tujuan berikutnya adalah Es Bang Doto. Setelah tanya sana-sini, saya lalu naik angkot 02. Baiklah, kali ini saya tak menemukannya. Akhirnya saya kembali naik angkot 01 ke Botani Square. Sesampainya di pusat perbelanjaan ini, saya malah tertarik untuk mengambil foto Tugu Kujang yang tak jauh dari Botani Square. Tugu ini adalah landmark kota Bogor yang cukup terkenal. Dinamakan Kujang, karena ujungnya terdapat Kujang, senjata tradisional Jawa Barat. Eh, ternyata tugu ini tak jauh dari kebun raya. Saya pun berjalan menuju ke kebun raya. Tapi, saya ingin membeli oleh-oleh untuk diri saya sendiri. Akhirnya saya kembali menyusuri Jalan Suryakencana dan membeli Sate Babi. Wah, tempat ini adalah surga bagi Anda pencinta kuliner berbahan daging babi. Sepertinya kalau saya kembali lagi ke kota ini, saya pasti akan mampir lagi ke kawasan ini.
Niatnya saya masih ingin berkeliling lagi. Tapi apa daya, kaki saya ternyata sudah tak mau diajak kompromi. Oke kaki, kita pulang ke Jakarta. Kaki saya kembali bersemangat menyusuri jalanan yang tadi saya lalui. Sampailah saya ke Stasiun Bogor. Malang, ternyata KRL Pakuan Ekspress baru saja berangkat. Saya putuskan untuk membeli tiket untuk perjalanan berikutnya. Berhubung hawa kota Bogor sedang tidak bersahabat, saya kemudian masuk ke sebuah gerai donut yang berada di kawasan stasiun. Ngadem dulu ah!
Tak lama kemudian, si kereta manis pun tiba. Saya pun dengan mudahnya mendapatkan tempat duduk. Tapi sayangnya, si kereta sedang tak tampil cantik. Bagaimana tidak? Pengamen dan penjual asongan dengan mudahnya berlalu-lalang di dalam kereta. Dan, para penumpang pun dengan seenaknya membuang sampah di dalam kereta. Ah, daripada semua hal tadi merusak hari saya, akhirnya saya pasang earphone. Eh, lagu pertama yang terputar adalah Hoppipola – Sigur Ros. Lega rasanya hati ini. Kereta pun mulai berjalan. Sebelah saya ternyata rombongan keluarga yang baru pulang dari hajatan saudaranya di Cipaos (maaf kalau salah tulis, ya pokoknya terdengar seperti itu). Yak, anak-anaknya pun ramai sendiri. Sepertinya perjalanan pulang ini akan sedikit “berwarna.” Satu jam berlalu, saya pun sampai ke Stasiun Jakarta Kota. Jakarta, I’m home!
Hari ini saya senang sekali. Entah kenapa, saya jadi merasa utuh saja. Mungkin tanpa orang lain, saya masih bisa berjalan sendiri (walau idealnya “harus” berpasangan). Sisa dua puluh empat jam ini terasa begitu cepat, tapi juga membahagiakan saya. Semoga sisa dua puluh empat jam yang kelak setahun lagi ada, bisa lebih membahagiakan saya. Kalau menurut saya, yang tahu sekali apa yang menjadi kebahagiaan diri saya adalah saya sendiri. Mungkin orang lain sulit untuk ikut bahagia dengan saya (atau membahagiakan saya), tapi semoga saya bisa membahagiakan orang lain. Dan sampai detik ini, saya bahagia menjadi 27. Happy Birthday Ksatria!
Hey ya……ajakin gw k bogor dunx laen kal. G paling demen tuh museum biologi….ga akan lupa gw apalagi badaknya yg ditembak katanya karena kelewat besar dan ga mati2 ditakutkan mati kesepaian ( ato apalah ceritanya ditulis di papan nya…)
aduh ya…bogor gt loh…..kota makanan….yg bego ya…..g pas balik indo cuman sempet 1 hari ke bogor….eh pas hari pertama abis lebaran!!! g ksana dan semua TUTUP -_-;;
sempet beli pie bluberry……aih ya klo g k jkt kita maen k bogor ya hehe….eh d jkt tuh klo mo maen gmn si ya, g biugn transpornya……g taunay cuman taksi doank T.T kan mahal….
LikeLike
sip.. sip.. nanti yah kalo kamu udah balik ke Indonesia.. pasti tak ajak muter2 bogor deh.. atau skalian piknik di kebon raya? hehehe.. 😀
LikeLike