BOGOR: Sisi lain Bogor

Perjalanan “rahasia” ke Bogor yang saya lakukan dua minggu yang lalu masih menyisakan banyak gambar yang tak sempat saya bagikan pada kisah “Menuju Bogor.” Kali ini saya mau kembali berbagi pengalaman dalam rupa gambar yang saya abadikan selama melangkah di kota yang memiliki julukan Kota Hujan ini.

Saat saya sedang berada di Stasiun Juanda, Jakarta, saya sempat mengabadikan kereta-kereta listrik atau KRL yang melintas di stasiun ini. Menariknya di sini saya bisa melihat secara jelas kehidupan para pengguna kereta ini. Terhitung ada sekitar lima KRL Ekonomi dan Ekonomi AC yang melintas di depan saya. Beberapa kali saya mendapati orang-orang yang terkantuk dan berjejalan di dalam gerbong. Malah, ada yang duduk di pinggir pintu kereta (padahal itu sangat berbahaya).

Di stasiun ini pula saya melihat anak gadis yang sedang asyik dengan layang-layang (yang sepertinya dibeli di kawasan Monas) dan sepeda roda tingga miliknya. Sayangnya, saat saya mengambil gambar anak gadis ini kamera saya dalam format miniature. Jadi wajah sang anak gadis pun menjadi kabur. Oya, ternyata keluarga anak gadis ini berasal dari Bogor. Wah, luar biasa sekali kalo mereka pagi-pagi rela datang ke Monas hanya untuk berjalan-jalan sambil bermain.

Saya juga sempat mengabadikan daerah Juanda dari atas stasiun. Menarik juga, sebab saya juga bisa memotret Monas dari sini.

Museum Zoologi Bogor sebenarnya menyimpan banyak “harta” yang tak ternilai. Sayangnya ada beberapa sudut ruangan yang tampak sepi dan terkesan angker (itu menurut saya yah). Salah satunya di ruangan yang menyimpan koleksi burung Nusantara ini. Oya, koleksi yang paling kasihan menurut saya adalah Badak Bercula Satu, yang satu-satunya dimiliki secara utuh oleh museum ini (sebab ada satu koleksi Badak Bercula Satu lainnya yang kepalanya saja). Kenapa kasihan? Si Badak jantan ini ternyata terpaksa ditembak agar tak dibunuh oleh pemburu liar yang memburunya untuk kepentingan bisnis. Demi mendapatkan tubuh si Badak, akhirnya tindakan inilah yang akhirnya ditempuh. Tapi, kalau tidak begitu. Mungkin saja, kita akan sangat kesulitan melihat wujud binatang yang termasuk langka ini.

Di luar museum, secara tak sengaja saya melihat sepasang burung yang sedang hinggap di ujung tiang listrik. Sayangnya tak tahu jenis burung yang hingga itu.

Ini merupakan salah satu relief yang menggambarkan kisah Si Kera Sakti yang terdapat di Klenteng Hok Tek Bio atau Vihara Dhanagun.

Di pinggir Jalan Suryakencana (di dekat Pasar Bogor) ada beberapa penjual bunga dan buah-buahan. Paling banyak yang saya temui adalah pedagang buah pisang. Entah kenapa, di sekitar pasar dan di dekat Kebun Raya Bogor, banyak sekali penjual buah kesayangan saya ini.

Oh, buat para gadis yang sering diolok “betisnya sebesar Talas Bogor,” jangan berkecil hati lagi. Talas Bogor sekarang ramping-ramping kok. Jadi kalau ada yang bilang betis Anda sebesar Talas Bogor, berarti betis Anda ramping dan menarik.

Pola ini akan sering Anda temui di trotoar Kota Bogor. Foto ini saya ambil di depan Botani Square.

Di perjalanan pulang menuju ke Stasiun Bogor, saya sempat menemukan nama jalan yang unik. Jalan Kantor Batu.

Wah rasanya, saya masih belum puas menjelajahi kota ini. Bahkan ada banyak tempat yang menarik untuk saya kunjungi. Mungkin, nanti saya akan merencanakan perjalanan “rahasia” bagian kedua untuk kota ini. 🙂

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s