Menyambung
Part 1. Perjalanan menjelajahi ibukota masih panjang. Kini setelah berkunjung ke kawasan silang Monas, kami melanjutkan perjalanan ke depan
Istana Merdeka.
ISTANA KEPRESIDENAN
Istana yang menghadap ke Monas ini dulunya menjadi kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Istana ini dibangun di masa pemerintahan Gubernur Jenderal James Loudon pada 1873 untuk menggantikan Istana Risjwijk yang berada di utaranya (kalau sekarang menjadi
Istana Negara). Istana ini diresmikan 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge dan disebut dengan
Paleis te Koningsplein (Istana Koningsplein) atau Istana Gambir karena banyak pohon Gambir yang tumbuh disekitar Lapangan
Koningsplein.

Pada awal masa pemerintahan Republik Indonesia, istana ini menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Seusai penandatangan, bendera Belanda diturunkan dan bendera Indonesia dinaikkan. Pada saat inilah masyarakat yang berkumpul kemudian berteriak Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka.
Kini Istana Merdeka menjadi kediaman resmi Presiden RI (kalau sekarang, Pak Jokowi justru tinggal di Istana Bogor), selain itu digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, seperti Detik-detik Proklamasi dan upacara penyambutan tamu negara.
GEDUNG-GEDUNG PEMERINTAHAN
Berlanjut ke bangunan yang berada di sebelah timur Istana Merdeka, di sini kami berhenti sejenak untuk melihat
Gedung Mahkamah Agung. Bangunan yang didirikan pada 1828 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Du Busde Ghisignies ini dulu merupakan bagian dari istana yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda di
Weltevreden. Sejarah kenapa gedung ini menjadi gedung pengadilan dimulai ketika Pengadilan Tinggi (
Hoogeregtshof) yang semula berkantor di
Het Witte Huis (Gedung Kementerian Keuangan) pindah ke gedung ini pada 1 Mei 1848 dan menjadi
Departemen Van Justitie atau Mahkamah Agung. Sampai jaman penjajahan Jepang, gedung dipakai sebagai Gedung Pengadilan hingga 1 Mei 1942. Setelah Indonesia merdeka, fungsi gedung kembali menjadi Mahkamah Agung. Kini bangunan ini ditambah dengan Tower Mahkamah Agung setinggi 15 lantai yang digunakan sebagai ruang kerja, ruang serbaguna, hingga ruang sidang. Oya, di depan gedung ini ada patung Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja yang merupakan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama.
Di sebelahnya ada
Gedung Kementerian Dalam Negeri dan
Markas Besar Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia. Kami tidak sempat berhenti di Mabes TNI AD, karena alasan keamanan (tidak boleh mengambil gambar). Tak jauh dari Mabes TNI AD, kami masuk ke jalan Veteran I. Jalan ini dikenal karena salah satu kedai es krimnya, yaitu
Ragusa Es Italia. Tapi tak hanya kedai es krim ini saja, ada beberapa resto dan
cafe yang bisa dikunjungi di jalan ini.
NIKMATNYA ES KRIM LEGENDARIS
“Ragusa” berasal dari dua orang bersaudara berkebangsaan Italia, Luigie Ragusa dan Vincenzo Ragusa yang datang ke Indonesia hanya untuk belajar jahit menjahit pada 1930-an. Suatu saat mereka pergi ke Bandung dan menemui pertenak sapi. Melihat melimpahnya produksi susu sapi, mereka memiliki ide untuk bahan utama pembuatan es krim. Mereka kemudian membuka toko es krim di Bandung dan pada 1932 mereka membuka kafe di pasar Gambir. Namun karena sepi, mereka kemudian membuka kedai di lokasi yang sekarang.
Ragusa bersaudara dibantu oleh Jo Giok Siaw, yang salah satu putrinya dinikahi oleh Vizenzo Ragusa. Menantu dari Jo Giok Siaw, Hj. Sias Mawarni dan suaminya yang kemudian meneruskan penjualan es krim ini. Hingga kini, cara pembuatannya pun masih tradisional dan hanya menggunakan susu sapi sebagai bahan utamanya. Jadi rasa es krimnya rasa menjadi enak dan lembut. Jika hendak mencicipi atau membeli es krim di kedai ini, bersiaplah untuk mengantri panjang. Kedai es krim ini buka dari jam 10 pagi hingga jam setengah sepuluh malam. Waktu yang paling pas, tentunya ketika kedai ini buka di pagi hari. Semakin siang, bersiaplah menunggu kursi yang kosong. Untuk harganya cukup terjangkau, mulai dari Rp5.000 sampai Rp30.000. Es krim yang menjadi idola di kedai ini adalah Banana Split. Selain itu kita juga bisa mencoba beberapa jenis varian, bisa satu rasa maupun
mix beberapa rasa.
Setelah kenyang mencicipi es krim, kami melanjutkan perjalanan ke Gereja Katedral. Sebelumnya kami sempat berhenti di kawasan jembatan penyeberangan dekat
Stasiun Juanda. Chanda sempat menjelaskan tentang kawasan ini dulu. Sekitar abad 19, banyak warga Belanda yang pindah ke wilayah selatan karena kota lama Batavia makin tak sehat dan jadi biang penyakit. Mereka kemudian pindah ke kawasan
Molenvliet (Jalan Gajah Mada), yaitu
Rijswijkstraat (Jalan Majapahit),
Rijswijk (Jalan Veteran), dan
Noordwijk (Jalan Juanda). Kawasan ini tumbuh menjadi kawasan elit Batavia dengan kompleks pertokoan dan deretan rumah mewah bergaya Eropa. Kawasan
Rijswijk dan
Noordwijk ini dipisahkan kanal yang merupakan sodetan Kali Ciliwung, kanal ini juga masih bertahan hingga sekarang. Kawasan
Rijswijk mulai berkembang jadi kawasan elit ketika Thomas Stamford Raffles tinggal di sana. Raffles tinggal di rumah yang kemudian menjadi
Hotel der Nederlanden pada 1840. Sebelumnya sudah ada hotel yang lebih dulu dibangun di
Rijswijk yaitu
Grand Hotel Java pada 1834. Pada 1812 Raffles menghancurkan seluruh rumah asli orang Tionghoa serta toko-toko mereka dan membuat kawasan itu berkarakter sangat Eropa.
JEJAK PENYEBARAN AGAMA KATOLIK
Kami berikutnya menuju ke arah timur, menuju ke
Gereja Katedral Jakarta. Bangunan yang diresmikan pada 1901 ini memiliki nama resmi
De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming atau Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga. Gereja ini dibangun dengan arsitektur neo-gotik dan dirancang oleh Pastor Antonius Dijkmans. Menurut Candha, bangunan yang sekarang ini bukan gedung yang asli. Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu gereja ini juga pernah roboh pada 31 Mei 1890.
Oya, seperti yang kita ketahui. Belanda menganut agama Kristen Protestan. Lalu kenapa bisa ada bangunan gereja Katolik di Batavia? Jadi dulu ketika Raja Louis Napoleon atau Louis-Napoléon Bonaparte berkuasa di Belanda, beliau ini menganut agama Katolik. Napoléon yang memberikan ijin untuk didirikannya Prefektur Apostolik Hindia Belanda. Pada 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Batavia, yaitu Pastor Yacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prinsen, Pr. Awalnya mereka melakukan misa di gereja darurat, termasuk kapel sederhana di daerah Senen. Sekitar 1825, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda Leonardus Petrus Josephus Burggraaf Du Bus de Ghisignies yang beragama Katolik meminta Ir. Tromp (yang membangun Gedung Kementerian Keuangan) untuk merancang gereja baru. Ir. Tromp kemudian membuat gereja berbentuk salib dengan lokasi di pojok barat/utara Lapangan Banteng (dulu
Waterlooplein).
Bangunan gereja sempat mengalami kerusakan, hingga akhirnya pada 1891 para imam dan umat mulai mengupayakan dibangunnya gereja yang baru. Bangunan yang sekarang ini adalah rancangan dari Pastor Dijkmans. Pembangunan memakan waktu selama 10 tahun (7 tahun sempat terhenti karena kekurangan dana) dan akhirnya diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ pada 21 April 1901. Kenapa disebut Katedral, karena di dalamnya terdapat
cathedral, yakni Tahta Uskup.
Konstruksi bangunan ini dikerjakan oleh seorang tukang batu dari Kwongfu, China. Ada 3 menara yang dibuat dari besi dan didatangkan dari Belanda, yaitu: Menara Benteng Daud, Menara Gading dan Menara Angelus Dei. Di menara gading terdapat jam yang pada mesinnya tertulis
Van Arcken & Co. Pada masing-masing menara terdapat lonceng yang merupakan hadiah dari umat gereja. Di pintu masuk terdapat patung Maria dan tulisan
Beatam Me Dicentes Omnes’ yang artinya “Semua keturunan menyebut aku bahagia”. Sebenarnya ada banyak hal yang bisa diceritakan dari gereja ini, mungkin nanti saya akan menulisnya secara terpisah (karena akan sangat panjang sekali).
MASJID KEBANGGAAN INDONESIA
Baiklah, kami berlanjut ke seberang Gereja Katedral menuju ke
Masjid Istiqlal. Masjid yang secara harfiah berarti Masjid Merdeka ini adalah masjid nasional negara Republik Indonesia yang terletak di bekas Taman Wilhelmina. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Soekarno dan arsitek masjid ini adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan (yang juga pernah merancang Monumen Nasional). Masjid ini memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat. Nah untuk marmernya, awalnya akan menggunakan marmer dari Italia. Namun untuk menghemat, bahan marmer akhirnya diambil dari Tulungagung di Jawa Timur.
Untuk memberi tempat bagi masjid yang dapat menampung sekitar 200.000 jamaah ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada 1837 dibongkar. Rancangan masjid ini disayembarakan untuk umum, dan pada 1955 terpilihlah Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan yang menjadi pemenang pertama. Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk dan bisa mendapatkan penerangan yang alami.
Masjid ini memiliki tujuh gerbang yang masing-masing dinamai berdasarkan
Al-Asmaul-Husna atau nama-nama Allah yang mulia dan terpuji, yaitu
Al Fattah,
Al-Quddus,
As-Salam,
Al-Malik,
Al-Ghaffar,
Ar-Rozzaq, dan
Ar-Rahman. Angka tujuh ini melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter 45 meter, angka yang melambangkan tahun Kemerdekaan Indonesia. Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang yang melambangkan hari kelahiran Nabi Muhammad yaitu tanggal 12
Rabiul Awwal dan melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam. Di dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar. Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan seorang dermawan dari Kerajaan Arab Saudi. Selain itu juga terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab
Surah Ta Ha ayat ke-14.
Oya, ada lima gerbang untuk masuk ke dalam kawasan masjid ini. Masing-masing ternyata tidak bisa digunakan oleh masyarakat umum. Pintu selatan khusus diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia beserta rombongan. Untuk pintu utara diperuntukan bagi undangan VIP setingkat pejabat negara, para menteri, duta-duta besar perwakilan negara sahabat, pejabat legislatif, pejabat daerah, dan undangan VIP lainnya. Sedangkan yang bisa digunakan oleh masyarakat umum adalah sisi timur laut (depan Gereja Katedral) dan sisi tenggara (yang dibuka ketika solat Jumat).
Di masjid ini juga terdapat bedug raksasa yang terbuat dari dari sebatang pohon kayu meranti merah asal pulau Kalimantan yang berusia sekitar 300 tahun. Kulit lembu yang digunakan pun unik, untuk sisi yang besar menggunakan kulit lembu jantan dan sisi yang lebih kecil menggunakan kulit lembu betina.
Di sisi utara masjid ini terdapat pintu air yang dibangun pada zaman kolonial Hindia Belanda. Pintu air ini dibangun pada 1920-an untuk mengendalikan kanal dari
Molenvliet (Jalan Gajah Mada) yang dibelokkan ke arah
Noordwijk (Jalan Juanda),
Risjwijk (Jalan Veteran), terus ke Pasar Baru dan Gunung Sahari. Pada zaman Belanda, pintu air disebut
sluisburg, yang juga menjadi nama jalan waktu itu. Baru setelah kemerdekaan diganti menjadi Jalan Pintu Air. Kini pintu air ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang.
Kembali ke dalam masjid. Di bagian kiri gedung masjid terdapat teras raksasa terbuka seluas 29.800 meter. Teras ini berlapis tegel keramik berwarna merah kecoklatan yang disusun membentuk shaf salat. Teras ini biasa digunakan untuk kegiatan latihan manasik haji dan juga acara-acara keagamaan. Daya tampungnya bisa mencapai sekitar 50.000 jamaah. Masjid ini juga memiliki menara setinggi 6.666 cm yang diambil dari jumlah ayat
Al-Quran. Pada bagian ujung atas menara, berdiri kemuncak atau
pinnacle dari besi baja setinggi 30 meter sebagai simbol dari jumlah
juz dalam
Al-Quran.
Tak hanya sebagai tempat ibadah kaum Muslim, Masjid Istiqlal memiliki banyak sarana dan fasilitas. Beberapa di antaranya adalah Perpustakaan Islam, poliklinik, dan juga madrasah, mulai dari Kelompok bermain dan Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Bicara tentang keharmonisan kehidupan beragama masyarakat Indonesia. Dulu Bung Karno sempat mencetuskan ide untuk membangun gedung peribadatan berbagai agama di sekitar Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal. Tapi entah kenapa rencana itu tak terealisasi. Hingga akhirnya sudah tidak ada lahan lagi untuk membangun gedung-gedung peribadatan ini. Terlepas dari itu, perjalanan pusat ibukota ini menambah wawasan saya, apalagi saya baru pertama kali masuk ke Masjid Istiqlal. Semoga keharmonisan umat beragama di Jakarta, dan Indonesia tetap terjaga dan hidup berdampingan dengan damai.
Like this:
Like Loading...
Related
2 thoughts