JAKARTA: Rona malam Rawa Bebek

Kira-kira dua bulan yang lalu saya mendapatkan tugas untuk menulis tentang pasar malam. Kebetulan saya menulisnya berdua dengan kawan saya, Adeste. Tentu saya sangat senang mendapatkan tulisan ini, apalagi sejak kecil saya sudah familiar dengan aneka permainan yang ada di pasar malam. Kebetulan dulu semasa kecil, di kota saya beberapa kali kedatangan rombongan pasar malam. Bahkan ada yang letaknya tak jauh dari rumah saya. Setelah dewasa, saya beberapa kali sempat menemukan pasar malam di beberapa tempat. Apalagi di Jakarta, di tempat yang sempit sekalipun mereka ada.

Hiburan yang murah meriah memang selalu dinantikan oleh banyak orang, apalagi bagi orang yang tak banyak memiliki uang. Suatu hari saya mendapati sekelompok pasar malam yang terletak di daerah Rawa Bebek, Jakarta Utara. Keberadaan mereka sangat mudah dilihat, sebab tepat berada di samping jembatan tol yang menuju Ancol. Pertama kali saya datang, mereka baru saja selesai memasang salah satu permainan. Baru pada kedatangan yang kedua, saya bisa menikmati kemeriahan pasar malam di Rawa Bebek. Saat itu saya mengajak Adeste untuk datang ke sana dan ternyata dia baru pertama kalinya datang ke pasar malam seperti ini. Kami lalu bertemu dengan pemimpin kelompok pasar malam “Lestaria”, Joko Siswanto atau yang akrab disapa Mas Sigat. Setelah puas berbincang dengannya, berikut adalah waktunya kami bersenang-senang. Bahkan Mas Sigat memperbolehkan kami untuk naik semua wahana secara gratis. Sayangnya waktu kami tak terlalu lama, jadi hanya sempat mencoba beberapa wahana saja.

Tapi malam itu yang paling gembira adalah Adeste. Bayangkan saja, beberapa kali dia meminta untuk bermain lempar gelang. Alhasil setelah sekian kali mencoba dia mendapatkan hadiah sebungkus sabun colek. Tak puas main lempar gelang, berikutnya dia mencoba gelinding bola. Beruntung dia berhasil memasukkan satu bola dan mendapatkan sebotol minuman penambah energi. Namun, yang paling membahagiakan adalah kesempatan untuk mencoba naik kincir angin. Sayang si Adeste tidak mau diajak, karena takut kincir anginnya akan roboh jika dia naiki (padahal aman banget kok). Kami pun harus segera pulang karena sudah larut malam. Rasanya sedikit enggan meninggalkan pasar malam ini. Semoga di lain waktu saya dan Adeste bisa menemukan pasar malam ini di dekat tempat kami. Oya, yang paling disayangkan adalah tidak adanya wahana tong setan. Padahal saya sangat berharap bisa melihatnya. Tapi ya sudahlah, paling tidak kerinduan masa kecil saya bisa terobati. Saat pergi saya berharap, semoga kelak anak dan cucu saya bisa menikmati pasar malam ini. Selamat bermain!

Jangan lupa untuk mengunduh Media Indonesia Magazine Edisi Agustus 2011 di Apps Store. Ada tulisan saya dan Adeste tentang pasar malam ini. 🙂

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s