Libur lebaran kemarin, saya memang tidak mudik ke kampung halaman saya di Boyolali, Jawa Tengah. Karena hanya mendapatkan libur pas tanggal merah saja, akhirnya saya memutar otak untuk bisa menghabiskan waktu selama libur lebaran yang cukup panjang kala itu (ditambah dengan banyaknya fasilitas umum yang tutup selama lebaran). Muncul ide di kepala saya untuk berkeliling kota Jakarta. Apalagi kondisi ibukota selama arus mudik menjadi sangat sepi. Ada tiga lokasi yang saya ingin datangi, pertama adalah Monumen Nasional, Kebun Binatang Ragunan, dan Seaworld, Ancol.
Perjalanan pertama saya mulai dengan menikmati Monumen Nasional atau Monas yang berada tepat di depan Istana Negara atau di Medan Merdeka. Hari itu adalah hari Sabtu, dan kondisi jalanan tampak sepi. Saya memutuskan untuk naik bus transjakarta dan turun di halte Balai Kota, yang letaknya tak jauh dari lapangan Monas. Saat itu kondisi lapangan Monas sedang ramai. Ternyata baru saja pelepasan rombongan mudik ke beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Setelah melewati lokasi parkir bus, saya pun memasuki kawasan lapangan Monas.
Sebenarnya tak jelek-jelek amat, banyak pepohonan dan bangku untuk sekadar menikmati keindahan taman kota. Sayangnya, ketika semua orang kembali ke Jakarta. Kondisi Monas pun kembali menjadi ramai dan banyak orang meninggalkan sampah secara sembarangan. Yah, paling tidak saya bisa menikmatinya selagi sepi. Di dekat pintu masuk, terdapat kereta yang melayani pengunjung untuk memutari sekeliling Monas. Untuk fasilitas toilet, Monas cukup banyak terdapat toilet portable yang bisa kita temui di beberapa sudut taman Monas.
Saya kemudian mulai mendekat ke Monas. Agak cukup bingung mencari jalan masuk ke dalam Monas. Setelah berkeliling, saya akhirnya menemukan tanda penunjuk. Ternyata pintu masuknya berada di sebelah utara atau di depan Istana Negara. Untuk masuk ke dalam pelataran Monas, kita memang harus masuk melalui sebuah terowongan. Sayangnya saat itu sedang ada renovasi di sisi selatan Monas. Jadi kita tidak bisa leluasa berkeliling pelataran Monas. Padahal ada banyak relief-relief yang berkisah tentang sejarah bangsa Indonesia.
Lokasi pertama yang saya masuki adalah Museum Sejarah Nasional. Di sini ada 6 sisi yang berisikan diorama-diorama sejarah Indonesia. Mulai dari masa pra-sejarah hingga pembangunan Indonesia masa kini. Cukup menarik, apalagi kita bisa belajar langsung tentang perjalanan sejarah negara kita ini. Oya, disetiap diorama terdapat teks dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Di salah satu sudut kita juga bisa menemukan foto-foto tentang pembangunan Monas. Sayangnya, tidak dirawat dengan baik. Malahan ada beberapa foto yang dicuri oleh orang yang tak bertanggung-jawab.
Tak lama kemudian, saya mulai naik ke lantai atas. Di sini kita harus membeli tiket untuk naik ke atas atau puncak Monas. Oh iya, di sini juga disediakan alat khusus untuk para penyandang cacat (terutama yang menggunakan kursi roda). Nah, untuk naik kita harus mengantri di depan lift yang hanya berkapasitas 11 orang sekali angkut. Saya membayangkan kalau Monas dikunjungi ribuan orang. Mungkin saya akan menyerah untuk mengantrinya. Lha wong pas itu saja sudah panjang antriannya. Saat memasuki lift, kita semua memang harus rela berdesakan. Lucunya, si petugas lift seakan tak peduli dengan banyaknya orang yang masuk ke dalam lift. Dia dengan santainya membaca koran dan hanya menekan tombol lift saat diperlukan.
Di atas puncak, udara cukup kencang berhembus. Tapi akhirnya saya bisa mencapai puncak salah satu landmark kota ini. Di sini kita bisa menikmati pemandangan kota Jakarta secara 360 derajat. Setiap sisi taman Monas selalu didapati kolam, begitulah kira-kira pemandangan yang bisa kita lihat dari atas. Kita pun bisa menyewa teropong yang ada di beberapa sudut puncak dengan cara memasukkan koin. Setelah puas, saya pun turun. Lagi-lagi saya harus mengantri untuk masuk lift yang secara bergantian digunakan untuk naik dan turun para pengunjung.
Kita lalu diturunkan di lantai 2, yang dekat dengan pelataran cawan Monas. Sayangnya matahari sedang terang bersinar, jadi saya kurang bisa menikmati lokasi cawan ini. Saya pun memutuskan untuk turun ke bawah dan masuk ke Ruang Kemerdekaan yang berada di dalam pusat Monas. Di sini kita bisa melihat teks proklamasi, peta Indonesia dan lambang negara kita, Garuda Pancasila. Ada juga pintu besar di salah satu sisi, sayangnya terkunci jadi saya tidak bisa melihat apa yang ada di balik pintu ini. Dengar-dengar sih, isinya teks proklamasi yang asli dan bendera sang saka merah putih, yang dulu dijahit oleh Ibu Negara, Fatmawati. Oya, di sini sebenarnya kita bisa mendengar suara Bung Karno saat sedang membacakan teks proklamasi (namun hanya diperdengarkan di jam-jam tertentu). Sayangnya, kondisi ruangan cukup gelap. Dan karena sedang bulan puasa, di sini malah bertemu beberapa orang yang terlelap tidur.
Walau begitu, saya cukup bangga dengan monumen yang diresmikan 12 Juli 1975 silam ini. Paling tidak, setelah saya menjadi warga Jakarta, saya sudah pernah singgah ke monumen ini. Oya, sekadar catatan. Lebih baik datang ke Monas saat bulan puasa. Selain sepi, kita juga akan puas berkeliling tanpa terganggu para pengunjung lainnya (karena di hari Minggu biasa saja, Monas sudah sangat ramai). Baiklah, perjalanan hari pertama pun usai. Berikutnya, saya akan bercerita tentang perjalanan saya ke Kebun Binatang Ragunan (yang juga benar-benar sepi). 😉
tulisannya menarik, foto-fotonya juga klasik banget dan terlihat sepi serasa kembali ke tahun 70-an.
mas kalau boleh saya izin mau pakai satu foto yang ada gambar teropongnya buat tulisan terbaru di blog saya. thanks 🙂
LikeLike
terima kasih… boleh kok dipakai.. 🙂
LikeLike