Saya jatuh cinta dengan film ini sejak pertama kali menontonnya. Spirited Away bahkan sudah puluhan kali saya tonton hingga saya hapal betul tiap adegannya. Film karya Hayao Miyazaki ini merupakan film peraih Oscar untuk kategori animasi berdurasi panjang. Ceritanya bisa dibilang sederhana. Kisah petualangan “tidak sengaja” seorang gadis berusia 10 tahun bernama Chihiro ke dunia roh. Ketidaksengajaan ini berawal ketika ayah Chihiro salah memasuki jalan menuju rumah mereka yang baru dan tersesat masuk ke dalam hutan. Di ujung jalan mereka menemukan sebuah bangunan mirip sebuah terowongan. Dari terowongan inilah petualangan Chihiro di mulai.
Ada banyak hal menarik yang membuat saya berulang menonton film ini. Pertama adalah cara Miyazaki menggambarkan makanan yang begitu lezat dan menggoda mata. Bahkan kedua orang tua Chihiro pun tak luput dari godaan ini dan akhirnya mengubah mereka menjadi dua ekor babi. Termasuk juga saat No Face berubah menjadi monster yang rakus. Makanan-makanan yang disajikan para karyawan Yubaba – si penyihir pemilik pemandian – kepada No Face begitu nyata dan benar-benar membuat perut keroncongan.
Kedua adalah warna film yang begitu memukau. Saya suka dengan mood warna animasi Miyazaki. Cerah dan bahagia (walau sebenarnya kadang terasa sebaliknya). Detil setiap ornamen begitu jelas dan rasanya ingin sekali tinggal dunia roh ala Miyazaki ini. Walau film ini mengambil latar pemandian yang sering ditemui di Jepang, tapi ada nuansa Eropa dalam film ini. Mungkin ini karena pengaruh Restorasi Meiji yang mengadaptasi budaya barat dalam kehidupan masyarakat Jepang. Meski demikian, nuansa ini justru memperkaya warna film ini.
Selain itu scoring film ini termasuk enak didengar dan gampang diingat. Tiap kali mendengarnya langsung teringat jika ini adalah musik dari film Spirited Away. Tentunya ini berkat komposer yang selalu menjadi langganan Miyazaki di film-film Studio Ghibli, Joe Hisaishi.
Oya, kembali lagi ke kisah si Chihiro. Untuk bisa bertahan di dalam pemandian milik Yubaba. Chihiro harus bekerja untuk Yubaba dan merelakan namanya diubah menjadi Sen. Namun berkat bantuan Haku, sang asisten cute Yubaba, Chihiro bisa mengingat namanya dari kartu perpisahan yang didapatnya dari teman sekolah lamanya. Salah satu adegan yang membuat saya terpana adalah ketika Sen mendapat tamu pertamanya. Seorang dewa yang berbau sangat busuk. Ternyata dewa ini adalah dewa sungai yang terkena polusi. Berkat kerja keras Sen, sang dewa kemudian memberikan sebuah pil (yang menurut saya mirip sebuah kotoran). Kelak pil ini akan membantu Haku dan juga No Face.
Petualangan Sen makin seru ketika Haku yang kala itu berubah menjadi naga, diserang hantu kertas atau Shikigami hingga terluka parah. Ternyata Haku mencuri sebuah stempel emas milik Zeniba – saudara kembar Yubaba. Sen lalu berniat mengembalikan stempel itu kepada Zeniba. Di sisi lain, si No Face berulah. Dia berubah menjadi monster yang sangat rakus dan memakan tiga anak buah Yubaba. Namun berkat pil dari dewa sungai, Sen berhasil mengembalikan bentuk asal No Face. Mereka kemudian berpetualang menuju tempat tinggal Zeniba dengan mengendarai trem. Sen mendapatkan tiket sekali jalan ini dari Kamaji, si laba-laba yang mengatur suhu air panas di pemandian Yubaba.
Oya, ada satu adegan lagi yang membuat siapa saja yang menontonnya akan berlinang air mata. Saat Haku teringat nama aslinya, Nigihayami Kohakunushi yang artinya roh penunggu sungai Kohaku. Haku ingat karena dulu dia pernah menyelamatkan Chihiro saat tenggelam di sungai itu.
Menjelang akhir film, Sen atau Chihiro diberikan kesempatan untuk memilih babi milik Yubaba yang dianggap sebagai kedua orang tuanya. Untungnya Chihiro bisa menebak dengan benar (nonton sendiri yah, biar tidak spoiler), sehingga ia bisa kembali ke dunia manusia. Akhirnya Chihiro meninggalkan dunia roh dengan catatan tidak boleh menengok ke belakang.
Sebenarnya ada banyak pesan tersembunyi dalam film ini. Salah satunya yang paling kentara adalah tentang lingkungan hidup. Pesan tentang kelestarian lingkungan hampir ada di setiap film Miyazaki. Kalau kita menonton lebih jelas saat Sen bisa mengeluarkan sampah dari tubuh dewa sungai, tampak banyak sekali sampah yang bisa kita temui di sungai-sungai yang kotor (kalau ini bisa kita lihat sendiri di sungai yang ada di sekitar kita).
Bahkan ada yang cukup mengejutkan (setelah saya membaca salah satu blog film), Spirited Away bercerita tentang prostitusi. Di jaman atau periode Edo, tempat permandian diasosiasikan dengan rumah bordil. Sebenarnya bisa saja dikait-kaitan, tapi menurut blog yang saya baca ini bermula dari tulisan ゆ yang ada di pintu masuk. ゆ sendiri diterjemahkan sebagai “yu” dan pemiliknya bernama Yubaba. Hmm, bisa jadi kebetulan. Tapi tak berhenti di situ saja, ketika Chihiro berubah nama menjadi Sen seakan menyimbolkan kebiasaan di mana para wanita yang menjadi pekerja seks mengubah nama asli mereka dan bekerja kepada sang “mami” yang tahu identitas asli mereka. Nah, satu lagi. Ingat ketika No Face menawarkan sejumlah emas kepada Sen? Kira-kira maksudnya apa ya? Yep, No Face sebenarnya ingin membeli Sen (atau bahkan keperawanannya).
Terlepas dari pesan yang tersembunyi ini, Spirited Away menggambarkan banyak sisi humanitas kita sebagai manusia (yang bahkan banyak buruknya). Hehe. Walau begitu, film ini tetap menarik walau ditonton berkali-kali. 🙂
On the other side of the tunnel, there was a mysterious town.
Country : Japan
Director : Hayao Miyazaki
Cast : Rumi Hiiragi, Miyo Irino, Mari Natsuki