JAKARTA: Jalan-jalan sore di Monas

Monumen Nasional atau Monas sudah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Jakarta. Bahkan rasanya belum sah jadi warga Jakarta jika belum pernah sampai ke puncak Monas, atau minimal jalan-jalan di area silang Monas. Tugu yang dibangun pada masa pemerintahan presiden Soekarno ini juga selalu menjadi magnet bagi warga ibukota di saat akhir pekan. Banyak yang datang untuk sekadar jalan-jalan menikmati rindangnya pepohonan yang berada di area taman Monas atau berolahraga. Minggu lalu saya berkesempatan mengikuti walking tour mengelilingi Monas yang diadakan oleh Jakarta Good Guide. Tur yang berlangsung pada sore hari ini mengajak pesertanya untuk berkeliling sambil menikmati suasana senja di Monas.

JALAN-JALAN SORE

Beberapa minggu sebelumnya, dua teman saya mengajak untuk mengikuti tur ini. Saya pun langsung mengiyakan ajakannya. Walau sudah beberapa kali ke Monas dan pernah naik sampai ke puncaknya, tidak ada salahnya untuk ikut tur ini. Toh bisa sekalian menambah pengalaman baru tentang Monas.

Pada hari yang ditentukan, kami semua berkumpul di depan Gedung Perpustakaan Nasional. Sayangnya, kami tidak bisa masuk ke dalam karena saat itu adalah hari libur. Rute tur “Senja di Monas” seharusnya dimulai dengan mengunjungi gedung perpustakaan yang baru saja renovasi ini.

Pemandu kami, Huans, lalu menjelaskan sekilas tentang perpustakaan yang dibuka kembali pada Oktober tahun lalu ini. Gedung depan yang merupakan bangunan awal telah diubah menjadi museum dan gedung perpustakaan yang baru ini bahkan disebut-sebut sebagai perpustakaan tertinggi di dunia dengan 27 lantai atau melebihi tinggi tugu Monas.

Tur lalu dimulai dengan memasuki Lapangan Parkir IRTI. Huans kemudian bertanya kepada kami, apakah ada yang tahu kepanjangan dari IRTI? Ternyata tidak ada satu pun dari kami yang tahu. IRTI merupakan kependekan dari Ikatan Restoran dan Taman Indonesia. Penamaan ini tentu merujuk dengan Monas yang juga merupakan anggota IRTI. Tak jauh dari lapangan parkir, kami masuk ke area Lenggang Jakarta. Kawasan ini merupakan area pedagang yang dulu berjualan di area parkir dan area dalam taman Monas. Adanya kawasan ini tentunya membuat Monas lebih rapi dan nyaman. Kita bisa menemukan banyak penjual Kerak Telor dan juga aneka suvenir.

Kami lalu menuju ke Betawi Store, toko oleh-oleh yang dikelola oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Bentuknya memang dibuat mirip dengan rumah adat Betawi, Rumah Kebaya. Kenapa disebut Kebaya? Karena bentuk atapnya yang menyerupai pelana yang dilipat dan apabila dilihat dari samping maka lipatan-lipatan tersebut terlihat seperti lipatan kebaya. Di depan toko ini berdiri dua ondel-ondel, boneka kesenian khas Betawi. Huans bercerita, jika hiasan kepala ondel-ondel laki-laki dan perempuan jumlahnya berbeda. Ondel-ondel perempuan biasanya berjumlah 20, sedangkan untuk ondel-ondel laki-laki jumlahnya 25. Di sini kami berkesempatan untuk masuk ke dalam toko dan berkeliling melihat barang-barang yang dijual. Mulai dari hiasan, kain batik Betawi, hingga makanan khas Betawi seperti dodol dan juga bir pletok.

PATUNG DI SEKITAR MONAS

Perjalanan kemudian berlanjut menuju ke dalam area taman Monas. Pemandu kami sempat menjelaskan tentang tugu Monas. Monumen kebanggaan masyarakat ibukota ini dibangun atas perintah presiden Soekarno pada 17 Agustus 1961 dan diresmikan oleh presiden Soeharto pada 12 Juli 1975. Tugu setinggi 132 meter ini didesain oleh arsitek Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dengan mengambil konsep lingga-yoni dari kebudayaan Jawa. Di atas tugu ini terdapat lidah api yang dilapisi emas, yang konon hasil sumbangan dari masyarakat Aceh. Area taman Monas sendiri seluas 80 hektar dan pepohonan yang ada di taman ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, lebih banyak didominasi dengan pohon trembesi yang rindang.

Kami lalu berjalan menuju ke selatan Monas. Di sini kita bisa menemukan Patung Ikada, patung lima pemuda yang mengibarkan bendera merah putih. Dulu lapangan Monas dikenal dengan lapangan Ikada, dan monumen ini dibangun untuk memperingati rapat raksasa yang berlangsung pada 19 September 1945 di lokasi monumen ini berdiri. Rapat ini dihadiri oleh banyak pemuda walau kala itu lapangan dijaga ketat oleh tentara Jepang bersenjata lengkap. Patung ini merupakan karya pematung Sunaryo

Tak jauh dari patung ini, kita bisa menemukan area refleksi yang cukup luas. Cobalah untuk melepaskan alas kaki dan berjalan di atas jalur refleksi di bawah rindangnya pohon trembesi. Kita juga bisa menemukan area yang cukup luas yang dihuni oleh puluhan rusa tutul dari Nepal. Rusa-rusa ini sama dengan yang ada di Kebun Raya Bogor. Sayangnya, saat itu tak banyak yang bisa kami lihat di sana. Katanya, beberapa rusa sudah dipindahkan ke Bogor untuk mengurangi dampak stres yang diakibatkan lalu-lintas di dekat lapangan Monas.

Menuju ke area timur, di sini kami menemukan Patung Raden Ajeng Kartini, salah satu pahlawan perempuan nasional. Patung yang berdiri di dekat kolam air mancur ini dulunya ditempatkan di Taman Suropati, namun oleh Gubernur Sutiyoso dipindahkan ke lokasi yang sekarang. Patung ini merupakan sumbangan dari pemerintah Jepang untuk Indonesia. Ada tiga patung, pertama patung Kartini yang berada di atas, dan dua patung di pelatarannya yang menggambarkan sosok perempuan yang sedang menari dan ibu yang sedang menyusui anaknya.

Matahari pun sudah mulai terbenam, kami segera bergegas menuju ke area utara. Di sini terdapat Patung Pangeran Diponegoro yang merupakan sumbangan dari pemerintah Italia. Kalau tidak salah, patung ini digagas oleh pengusaha Italia bernama Mario Pitta yang mengagumi Indonesia. Patung ini memiliki ukuran yang cukup besar dengan skala 1 banding 3 dengan ukuran aslinya dan merupakan patung terbesar yang ada di kawasan Monas. Patung yang menghadap ke Istana Presiden ini menggambarkan semangat juang yang membara dalam melindungi setiap jengkal wilayah Indonesia.

Di lokasi ini masih ada satu patung yang mungkin tidak banyak yang tahu, yaitu Patung Chairil Anwar, salah satu sastrawan Indonesia. Plakat marmer yang menjadi alas patung ini berisi potongan puisinya yang paling terkenal yaitu Karawang Bekasi. Puisi ini didasarkan pada peristiwa pembantaian Rawagede, pada 1947, saat agresi militer Belanda pertama.

Beralih ke bagian barat. Ada Patung Mohammad Husni Thamrin, pahlawan nasional yang namanya menjadi nama jalan utama di Jakarta. Patung pahlawan nasional yang lahir di Jakarta pada 16 Februari 1894 ini juga bisa kita jumpai di Medan Merdeka Selatan atau dekat dengan Gedung Kementerian ESDM. Politisi di era Hindia Belanda ini sekaligus tokoh Betawi pertama yang menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat di Hindia Belanda, mewakili kelompok pribumi. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Konon dulu dia bersekolah di bangunan yang kini menjadi perpustakaan Salemba.

Di depan patung ini terdapat kolam yang cukup besar. Pada malam hari atau sekitar jam setengah tujuh makan, kolam ini menampilkan Air Mancur Menari dengan iringan lagu-lagu nasional. Tak terasa, matahari sudah terbenam di balik awan dan gedung-gedung. Patung MH Tahmrin pun menjadi perhentian terakhir kami.

Kami pun berpisah dengan rombongan dan kembali ke Lenggang Jakarta untuk mencari makan malam. Sebenarnya saya masih penasaran dengan kawasan taman baru yang diresmikan oleh Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Letaknya di sebelah barat taman Monas. Malam itu kawasan Monas makin ramai. Apalagi untuk masuk ke dalam kawasan Monas tidak dipungut biaya (cukup membayar pakir saja). Jelas saja banyak masyarakat Jakarta yang ingin menghabiskan malam minggu di Monas.

Jika ingin menikmati Monas dengan suasana “sedikit” sepi, coba datang pada saat bulan puasa. Bahkan untuk naik ke atas puncak Monas pun lebih leluasa seperti yang saya lakukan pada Cerita tentang Monas. Namun jika sudah waktunya sore hari, banyak orang yang datang untuk ngabuburit atau menunggu waktunya berbuka puasa. Jika tidak ingin sendiri berjalan-jalan di Monas, kita bisa mengikuti tur yang diadakan Jakarta Good Guide dan tur ini pay-as-you-wish. Selain bisa mendapat teman baru, kita juga bisa mendapat banyak wawasan baru ketimbang jalan-jalan sendiri. Tapi jangan lupa, bawa tempat minum sendiri dan buanglah sampah pada tempatnya. Agar kawasan Monas tetap terjaga kebersihannya dan nyaman untuk dikunjungi. Selamat jalan-jalan!

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s