Our Little Sister – Umimachi Diary

Ada banyak hal yang membuat saya tertarik untuk mengulas film ini, salah satunya karena pembuatnya adalah sutradara dari film Nobody Knows yang pernah saya tonton semasa kuliah dulu. Sebenarnya belum ada niatan untuk menonton beberapa film dari Hirokazu Kore-eda. Padahal beberapa kali saya menonton cuplikan filmnya di saluran YouTube. Akhirnya semalam saya memulai dengan menonton Our Little Sister ini.

Ceritanya sendiri diangkat dari manga berjudul Umimachi Diary karya Akima Yoshida yang menceritakan kehidupan antara tiga orang perempuan kakak beradik dengan adik tiri mereka yang baru ditemui pada saat pemakanan ayah mereka. Setelah 15 tahun, Kouda bersaudara; Sachi (Haruka Ayase), Yoshino (Masami Nagasawa), dan Chika (Kaho) akhirnya bertemu dengan adik tiri mereka yang bernama Suzu Asano (Suzu Hirose) di pemakaman ayah yang sudah lama mereka tidak temui. Sebab setelah bercerai dengan ibu mereka, ayahnya menikah lagi dan lahirnya si Suzu ini.

Film dimulai dengan kabar meninggalnya ayah mereka. Kakak tertua, agaknya memang sedikit enggan untuk datang ke pemakaman ayahnya yang sudah meninggalkannya. Dia kemudian meminta Yoshino dan Chika untuk datang. Namun akhirnya Sachi datang karena diminta oleh teman kantor. Dia juga yang mengajak Suzu untuk tinggal bersama mereka di Kamakura.

Ketiganya tinggal di rumah peninggalan nenek mereka. Di rumah ini mereka saling membantu dengan segala kisahnya masing-masing. Ada beberapa momen yang membuat saya tertawa seperti bagaimana si Sachi selalu memperingatkan Yoshino untuk mencari laki-laki yang baik dan selalu berakhir dengan minum bir ketika putus cinta, atau ketika Sachi pulang membawa buah dan Yoshino mengatakan kepada Chika bahwa Sachi baru saja ada masalah dengan laki-laki.

Sachi sendiri bekerja sebagai perawat di rumah sakit khusus untuk lansia. Dia punya hubungan dengan dokter yang bekerja di rumah sakit itu dan dokter ini sudah menikah. Sachi seakan mengulang kejadian yang pernah terjadi antara ibu dan ayahnya dulu. Sedangkan Yoshino, bisa dikatakan yang paling pemberontak. Suka gonta-ganti pacar dan gemar minum bir. Yoshino sendiri bekerja di sebuah bank. Lalu Chika, si adik bungsu, orangnya polos dan sekaligus unik. Chika (sepertinya) suka dengan teman kerjanya di toko olahraga – yang pernah mendaki hingga Everest. Chika ini carefree sekali orangnya.

Lalu Suzu? Bisa dikatakan yang paling manis di antara kakak-kakak tirinya. Dia suka bermain sepakbola dan bergabung dengan klub sepakbola yang ada di Kamakura. Walau paling muda, Suzu tampak lebih dewasa. Ada adegan di mana dia meminta maaf kepada Sachi karena ibunya telah merebut ayahnya yang dulu masih menjadi suami dari ibu Sachi.

Sebenarnya, alur cerita film ini cenderung datar. Bahkan seperti sedang melihat dokumenter tentang kehidupan gadis-gadis Jepang di sebuah rumah tua. Tapi yang menarik adalah dialog-dialognya yang mudah dipahami (dengan bantuan subtitle tentunya). Emosi yang dibangun karakter-karakternya pun terasa nyata. Ini juga yang membuat Our Little Sister terasa begitu dekat dengan keseharian kita, apalagi yang pernah tinggal dan tumbuh bersama dengan saudara perempuannya.

Satu hal yang menjadi ciri khas dari Kore-eda adalah tone warna filmnya yang hangat. Ada banyak adegan yang memanjakan mata. Salut untuk sinematografinya. Mulai dari adegan di pepohonan sakura, lanskap perbukitan Kamakura, hingga sudut-sudut kota kecil dan kereta listrik yang selalu muncul dalam film ini.

Beberapa film Kore-eda selalu menggunakan latar kota kecil dan dia suka mengangkat kehidupan orang Jepang yang lebih nyata. Kore-eda sendiri langganan mengikuti film-film festival. Film ini sendiri masuk dalam kompetisi Palm d’Or pada Cannes Film Festival 2015. Untuk film berdurasi dua jam, Our Little Sister justru tidak membosankan dan sangat saya rekomendasikan. Ada banyak selipan komedi yang membuatnya seru untuk ditonton.