JAKARTA: Ikon Pusat Kota Jakarta

Meski jaraknya belum terlalu jauh, ternyata cerita tentang gedung-gedung pencakar langit di jalan utama ibukota ini belum habis. Kini kita lanjutkan di seberang Wisma Nusantara. Sampailah kita di depan pusat perbelanjaan super mewah, yang mampu bertahan dari masa ke masa, Plaza Indonesia. Didirikan oleh empat serangkai, Bambang Trihatmodjo, Peter Sondakh, Ferry Teguh Santosa, dan Eka Tjipta Widjaja. Mereka memiliki visi untuk membangun pusat perbelanjaan mewah yang berisikan merek-merek internasional. Bangunannya sendiri dibangun di atas bekas hotel peninggalan Asian Games 1962, yaitu Hotel Asoka dan dirancang oleh arsitek kenamaan internasional Hellmuth, Obata & Kassabaum dari Amerika Serikat.

Baca: Gedung-Gedung di Thamrin

Pusat Perbelanjaan Bergengsi

Bicara tentang Hotel Asoka, dulunya merupakan Wisma Warta (Media Centre) berlantai 6 yang digunakan sebagai pusat media saat Asian Games 1962. Gedung ini diperkirakan mulai digunakan pada Juni 1962 dan memiliki fasilitas yang sangat lengkap untuk wartawan, mulai dari hubungan teleks dan telepon langsung ke Stadion Gelora Bung Karno, kantor PTT (pos, telegram dan telepon), ruang peliputan dan konferensi pers, layanan bioskop, dan rumah makan dan rekreasi. Wisma Warta berganti nama menjadi Hotel Asoka sejak 26 September 1969 dan bertambah menjadi 8 lantai. Grup Bimantara kemudian membeli lahan Hotel Asoka lengkap dengan gedungnya seharga USD 1000 per meter persegi (menjadikannya pembelian properti termahal di masanya) dan pada 1984, Hotel Asoka ditutup.

Pada 1985, bangunan hotel dirobohkan dan dilanjutkan dengan peletakan batu pertama pada 15 November 1986, dan pada 4 Maret 1987 pembangunan proyek Plaza Indonesia resmi dimulai. Plaza Indonesia yang terdiri dari empat lantai pertokoan kelas atas dengan luas 38.050 meter persegi ini diresmikan operasionalnya oleh Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi RI, Joop Ave pada 1 Maret 1990, yang kemudian dengan pembukaan penyewa utamanya, yaitu Sogo Department Store yang menjadi pertama di Indonesia pada 24 November 1990 oleh Ibu Tien Soeharto. Nama Sogo sangat lekat dengan pusat perbelanjaan ini, bahkan beberapa orang lebih mengenal Plaza Indonesia sebagai Sogo, meski akhirnya tutup sejak 28 Februari 2007. Pada 5 April 1991 dibukalah Grand Hyatt Jakarta oleh Joop Ave. Hotel 5 bintang terelit pada masanya ini berlantai 28 dan memiliki lebih dari 300 kamar (kini 427 kamar) dengan desain modern minimalis, restoran-restoran eksklusif, dan fasilitas yang sangat lengkap. Kemudian Presiden Soeharto meresmikan Plaza Indonesia secara penuh pada 23 Juli 1991.

Di Plaza Indonesia berdiri butik mewah seperti Louis Vuitton yang kedua di Indonesia pada 1992 (sekarang menjadi gerai tertua di Indonesia). Pembukaannya dihadiri oleh Patrick Vuitton, penerus generasi ke-5 dari keluarga Vuitton. Lalu Kinokuniya pertama di Indonesia buka pada 1990 dan Chatterbox Restaurant (restoran dari Singapura) pertama di Indonesia buka pada akhir 1990-an. Pada 1996 dibukalah Galeria Grand Hyatt, sebuah shopping arcade merek-merek mewah, sekaligus menjadi akses langsung dari Plaza Indonesia ke hotel. Di sini banyak berdiri gerai-gerai pertama di Indonesia, Guardian pertama di Indonesia, Starbucks pertama di Indonesia yang buka pada 2002 di dalam Sogo, dan department store asal Inggris Debenhams pertama di Indonesia yang masuk pada Oktober 2004. Plaza Indonesia juga memiliki Cira Food Court yang salah satu pujasera pertama di Indonesia dan pada 5 Juni 2003, patung ikonik “Racana Rupa” karya Nyoman Nuarta diresmikan di depan lobi utama Plaza Indonesia.

Pengembangan Plaza Indonesia terus berlanjut dengan membuka Entertainment X’nter (EX) di tanah bekas Kedutaan Besar Uni Soviet. EX yang dibuka pada 14 Februari 2004 ini membidik pangsa pasar anak muda dengan berbagai penyewa untuk anak muda, seperti Spincity Bowling, Cinema XXI pertama di Indonesia, Celebrity Fitness, Fashionbar dari Fashion TV, dan Hard Rock Cafe Jakarta. Gedungnya sendiri tersambung langsung dengan Plaza Indonesia dan Grand Hyatt Jakarta. Sayangnya EX yang dirancang Denton Corker Marshall ini harus tutup pada 30 Juni 2014 dan kepemilikannya kini beralih ke Media Group. Meski demikian, pada tahun 2006 Plaza Indonesia justru mengembangkan Plaza Indonesia Extension (yang terdapat Louis Vuitton Global Store), serta gedung perkantoran The Plaza Office Tower (buka tahun 2009), The Keraton at The Plaza, private residence dan hotel 5-bintang yang dikelola oleh The Luxury Collection yang buka pada tahun 2012.

Patung Ikonik Ibukota

Di Jalan M. H. Thamrin ini berdiri satu monumen yang jadi ikon dari ibukota (selain Monumen Nasional tentunya). Bundaran Hotel Indonesia atau Bundaran HI merupakan salah satu ikon yang paling dikenal dari ibukota. Dinamakan demikian karena letaknya yang dekat dengan Hotel Indonesia. Bundaran ini terletak di tengah persimpangan Jalan M. H. Thamrin dengan Jalan Imam Bonjol, Jalan Sutan Syahrir, dan Jalan Kebon Kacang. Awalnya dibangun dalam rangka Asian Games 1962.

Di tengah-tengah bundaran ini berdiri menjulang Monumen Selamat Datang. Ide pembangunan monumen ini bermula dari obrolan santai Presiden Soekarno dengan para seniman di teras belakang Istana Negara pada tahun 1959. Monumen ini dibuat tepat di tengah kolam bundaran, yang seolah menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok di sebelah utara dengan kawasan Kebayoran di sebelah selatan. Rancangan awalnya dibuat oleh Wakil Gubernur Henk Ngantung dan pembuat patungnya tim pematung keluarga Arca, pimpinan Edhi Sunarso. Patung ini menggambarkan sepasang manusia yang sedang menggenggam bunga dan melambaikan tangan. Patung tersebut menghadap ke utara yang berarti mereka menyambut orang-orang yang datang dari arah Bandara Kemayoran dan Pelabuhan Tanjung Priok. Tinggi patung perunggu ini dari kepala sampai kaki 5 meter, sedangkan tinggi seluruhnya dari kaki hingga tangan yang melambai adalah kurang lebih 7 meter, dan tinggi penyangganya adalah 10 meter.

Di era Gubernur Sutiyoso pada tahun 2002, Bundaran Hotel Indonesia direstorasi dengan penambahan air mancur baru, desain kolam baru, dan pencahayaan. Air mancur di kolam ini berjumlah 5 formasi, yang masing-masing mengandung filosofi khusus, yaitu 5 ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, dan selamat berhari Minggu, atau bisa juga mengandung arti 5 wilayah di Jakarta, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat, atau bisa dikaitkan pula dengan Pancasila.

Kalau tadi kita membahas tentang bundarannya, sekarang kita menuju ke Hotel Indonesia Kempinski. Hotel ini merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk menyambut Asian Games 1962. Kala itu dia menggagas pembangunan stadion, tugu, dan hotel. Meski pembangunannya menjadi kontroversi, karena Indonesia belum lama merdeka dan keuangan negara masih belum baik. Pembangunan stadion, tugu dan hotel dianggap sebagai pemborosan. Namun ini menjadi proyek mercusuar Soekarno untuk mencuri perhatian dunia dengan bangunan-bangunan megah.

Hotel ini merupakan hotel bintang 5 pertama yang dibangun di Jakarta. Bangunannya dirancang oleh arsitek asal Amerika Serikat, Abel Sorensen dan istrinya, Wendy Sorensen. Keduanya yang merancang gedung PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di New York. Saat berkunjung ke Amerika Serikat, Soekarno dibuat kagum dengan gedung tersebut dan mencari arsiteknya. Menempati lahan seluas 25.082 meter persegi, hotel ini dibangun dengan konsep modern minimalis menggabungkan nuansa Sumatra Barat. Hotel yang mempunyai slogan A Dramatic Symbol of Free Nations Working Together ini kemudian diresmikan pada 5 Agustus 1962 oleh Presiden Soekarno. Dalam pidatonya, Soekarno menyebut Hotel Indonesia adalah wajah muka Indonesia.

Di dalam hotel dengan gedung berdenah bentuk T ini terdapat berabagai seni rupa khas Indonesia. Ada patung, lukisan, relief, sampai mosaik dinding yang semuanya menggambarkan keindahan Indonesia. Salah satunya relief kehidupan Bali seluas 68 meter yang dikerjakan oleh 53 seniman. Presiden Sukarno juga pernah menggelar makan malam di hotel ini untuk menjamu Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja di akhir tahun 1962 dan Presiden Filipina Diosdado Macapagal pada Februari 1964. Hotel Indonesia menjadi tempat menginap tamu negara yang berkunjung ke Indonesia. Hotel Indonesia juga melahirkan seniman dan bintang televisi ternama Indonesia, karena acara kebudayaan yang rutin digelar di sini. Di antaranya Teguh Karya yang dulu merupakan manajer panggung Hotel Indonesia, Slamet Rahardjo dan Rima Melati.

Hotel ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya pada tahun 1993. Setelah mengalami renovasi selama 5 tahun, pada 20 Mei 2009 Hotel Indonesia Kempinski dibuka kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Uniknya Hotel Indonesia ini (tepatnya di Bali Room) pada 30 Juli 1076 menjadi tempat berlangsungnya pernikahan ketiga putri Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, salah satunya Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono dan Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah direnovasi, jumlah kamar pun disesuaikan dari 406 kamar, kini dilebarkan menjadi 289 kamar. Beberapa memorabilia yang berhubungan dengan pembukaan Hotel Indonesia dapat dilihat langsung oleh para tamu di Heritage Room. Mulai dari gunting peresmian yang digunakan Soekarno, satu set alat makan yang digunakan waktu pembukaan hotel, dan golden book atau buku testimonial para tamu penting hotel.

Selain itu kita bisa melihat langsung lokasi peresmian Hotel Indonesia, Plataran Ramayana yang dulu adalah Restoran Ramayana, lift pertama di Indonesia yang hanya memuat 4 orang, dan lukisan Lee Man Fong yang bertemakan Flora and Fauna Indonesia, yang ditempatkan di lobi Bali Room.

Kini Hotel Indonesia dikelola oleh grup Kempinski dan namanya disesuaikan menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Area sekitar Hotel Indonesia kini menjadi kompeks multi guna dengan nama Grand Indonesia yang terdiri gedung perkantoran (Menara BCA), apartemen (Kempinski Residences), dan pusat perbelanjaan (Grand Indonesia Shopping Town). Menara BCA sendiri merupakan gedung pencakar langit setinggi 230 m yang terdiri dari 56 lantai. Di lantai paling atas terdapat restoran Skye yang menyajikan pemandangan Kota Jakarta. Sedangkan Kempinski Residences merupakan pencakar langit residensial setinggi 215 meter yang memiliki 57 lantai. Grand Indonesia Shopping Town yang dibuka pada tahun 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dikenal tiga bagian mall, yaitu East Mall, West Mall, dan Skybridge. Dulu terdapat bioskop blitzmegaplex (kini CGV Cinemas) yang kerap memutar film-film independen.

Perwakilan Negara-Negara Sahabat

Di seberang Hotel Indonesia, ada satu hotel yang cukup dikenal dengan logonya yang berbentuk kipas. Mandarin Oriental Hotel salah satu pencakar langit tertua di Indonesia. Hotel yang terletak di Jalan M. H. Thamrin ini memiliki total 272 kamar dengan 28 lantai. Dirancang oleh tim arsitek Arkonin dan Palmer & Turner dari Hong Kong dan dibangun oleh Jaya Konstruksi mulai Januari 1976 dan selesai dibangun pada tahun 1979. Mandarin Oriental Hotel mulai membuka operasionalnya pada September 1978, dan grand opening-nya diresmikan oleh Nelly Malik, istri Menlu RI Adam Malik pada tanggal 23 September 1979. Ketika pertama dibuka, Mandarin Oriental Hotel memiliki 504 kamar dan sebuah ballroom yang bisa menampung 1000 orang. Pada Desember 2007, hotel ini ditutup untuk persiapan renovasi. Renovasi total tersebut meliputi penyusutan jumlah kamar menjadi 272 kamar dan pemuktahiran interior. Baru pada 8 Oktober 2009, hotel ini dibuka kembali.

Lalu, dulu di dekat Mandarin Oriental Hotel berdiri gedung Kedutaan Besar Inggris atau Britania Raya. Posisinya di samping Jalan Madura, atau antara Wisma Nusantara, Bundaran HI dan Mandarin Oriental Hotel. Gedung ini dibangun tahun 1962 di atas lahan yang dihibahkan pemerintah pada tahun 1961 dan dirancang oleh  Eric Bedford, Kepala Arsitek Kementerian Bangunan dan Pekerjaan Umum Inggris. Namun karena kondisi lokasinya yang sempit, lalu sering menjadi sasaran demonstrasi (sehingga menutup Jalan Madura dan akhirnya dikecam warga), akhirnya pada tahun 2013 dipindahkan ke Jalan Patra Kuningan Raya. Gedung kedutaan baru lalu diresmikan oleh Pangeran Andrew, Duke of York. Gedung bekas kedutaan ini masih ada hingga sekarang dan menurut informasinya akan dibeli oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk dijadikan lahan publik.

Sebelahnya Mandarin Oriental Hotel, berdiri Kedutaan Besar Jerman di Jakarta atau Deutsche Botschaft Jakarta. Hubungan diplomatik antara Jerman–Indonesia sendiri secara resmi dimulai pada 1952. Kantor misi diplomatik Jerman untuk Indonesia dan Timor Leste ini terletak di atas tanah seluas 6.153 meter persegi ini dan terdiri dari delapan lantai. Gedung ini mulai digunakan pada tahun 1964 sebagai gedung kedutaan Jerman Barat. Diresmikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Jerman Barat Klaus Schuetz pada tahun 1967 dan telah direnovasi sejak tahun 1993 hingga 1995.

Di sini juga berdiri dua gedung perkantoran yang termasuk gedung tinggi, yaitu The City Tower (satu sisi dengan Kedubes Jerman) dan UOB Plaza di seberangnya. The City Tower sendiri selesai dibangun pada tahun 2007 dengan tinggi 150 meter dan 32 lantai. Gedung ini menjadi gedung tinggi ke-89 di Jakarta. Sedangkan UOB Plaza sendiri juga selesai dibangun pada tahun 2007 dengan tinggi 194,3 meter dan 44 lantai, menjadikan gedung dengan desain kubus ini gedung tinggi ke-44 di Jakarta.

Pemberhentian terakhir kita kali ini di Transit Oriented Development (TOD) atau Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas. Lokasi ini merupakan sebuah pengembangan berorientasi transit yang meliputi Stasiun Dukuh Atas BNI dari MRT Jakarta, Stasiun Sudirman dari KRL Commuterline, Stasiun BNI City dari Kereta Ekspres Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dan halte bus Transjakarta, serta ke depannya juga kan ditambah dengan stasiun LRT Jakarta dan LRT Jabodebek.

Kawasan ini merupakan TOD pertama yang dikelola MRT Jakarta. Meski masih dalam proses pengembangan, kawasan ini sudah sangat ramai dikunjungi oleh warga, khususnya mereka yang menggunakan transportasi publik seperti KRL atau MRT. TOD ini membentang dari Jalan Kendal di samping Stasiun Sudirman lalu melintasi terowongan untuk menghubungkan Jalan Blora dan Jalan Tanjung Karang. Untuk mendukung transformasi kawasan Dukuh Atas, akan dilakukan alih fungsi terowongan Jalan Kendal sebagai area pedestrian, yang kita kenal dengan Terowongan Kendal. Konsep dari TOD Dukuh Atas sendiri adalah kolaborasi gerak. Gubernur Anies Baswedan sendiri ingin menjadi TOD Dukuh Atas sebagai melting pot untuk aktivitas publik, baik itu seni maupun olahraga. Lokasi ini sendiri mulai beroperasi sejak 2019. Salah satu yang menjadi daya tarik adalah hiasan mural yang ada di dalam terowongan. Seniman muralnya tak hanya dari dalam negeri, namun juga karya seniman asal Berlin, Jerman Snyder. Tema Mural yaitu Persahabatan untuk perayaan 25 tahun hubungan antara Jakarta dan Berlin sebagai Sister City.

TOD sendiri juga akan dikembangkan di beberapa lokasi, salah satunya di kawasan Blok M-ASEAN. Rata-rata didirikan di lokasi-lokasi yang menjadi tempat transit transportasi publik. Berhubung sudah sore, kami akhirnya menyudahi perjalanan hari ini. Namun karena masih penasaran, saya justru melanjutkan ke SKYLOFT yang berada di rooftop All Seasons Hotels. Lokasinya berada di lantai 14, sehingga kita bisa melihat pemandangan kota, khususnya daerah Sudirman dari atas. Paling cocok jika datang saat sore menjelang malam. Selain menikmati pemandangan, kita juga bisa memesan makanan dan minuman di sini. Akhirnya malam pun tiba, sudah puas jalan-jalan dan perut pun kenyang. Saatnya pulang. Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya!

Leave a comment