

Perjalanan di hutan beton Jakarta ternyata cukup panjang dan juga memakan waktu. Ada banyak gedung-gedung yang sempat terlewati juga. Tapi setidaknya kita sudah melalui tiga pencakar langit yang masuk dalam peringkat 10 gedung paling tinggi di Jakarta. Berikutnya kita melanjutkan ke kawasan yang juga termasuk kawasan pusat bisnisnya Sudirman.
Pusat Bisnis Antar Negara
Perjalanan kita mulai di World Trade Center Jakarta, yang merupakan kompleks perkantoran komersial dengan sejumlah gedung tinggi. Ada lima gedung yang terdapat di sini, yaitu WTC 1, WTC 2, WTC 3, WTC 5, dan WTC 6. Tidak ada WTC 4, karena dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, angka 4 bukan angka yang baik. Nah, meski ada satu sampai enam, tapi tahun pembagunannya tidak berurutan. Tiga gedung pertama adalah WTC 5 dan WTC 5, yang dulu namanya Wisma Metropolitan 1 dan Wisma Metropolitan 2. Masing-masing tingginya 65 meter. Sedangkan WTC 1 tingginya 90 meter. Ketiga gedung ini dirancang oleh Palmer & Turner dan dimiliki oleh PT Jakarta Land, perusahaan kerja sama antara Central Cipta Murdaya (sebelumnya PT Metropolitan Kentjana) dan Hongkong Land, perusahaan properti asal Hong Kong. Kita coba bahas satu persatu gedung di kompleks ini ya.




World Trade Centre 5 atau dulunya Wisma Metropolitan 1 ini dibangun mulai tahun 1973 dan selesai dibangun tahun 1976. Gedung berlantai 19 ini kemudian diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 15 Maret 1977. Gedung ini pernah menjadi kantor Indocement dan Bogasari, serta beberapa perusahaan seperti IBM, Sun Life Financial, FWD, Sun Microsystems, dan Metrodata, serta Kedutaan Besar Kanada.
World Trade Center 6 atau dulu disebut Wisma Metropolitan 2. Dibangun mulai Mei 1983 dan selesai dibangun Mei 1985 oleh Jaya Konstruksi. Gedung ini diresmikan penggunaannya oleh Gubernur R. Soeprapto pada tanggal 19 Oktober 1985. WTC 6 lalu menjadi kantor HSBC (yang kemudian pindah ke WTC 1), Bank Indonesia Raya atau Bank BIRA yang kemudian bangkrut karena krisis ekonomi, kantor pusat Commonwealth Bank sejak 2 Juli 2001 (namun pindah ke SCBD pada tahun 2020), dan kini menjadi kantor asuransi asal Jerman, Allianz.
World Trade Center 1, atau gedung ketiga yang dibangun di kompleks ini. Gedung ini mulai dibangun pada April 1990 dan selesai pembangunannya pada Januari 1992. WTC 1 kemudian dibuka 31 Januari 1992 oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto. Beberapa perusahaan yang berkantor di gedung ini antara lain Kedutaan Besar Kanada, Irlandia, Panama dan Ekuador, lalu HSBC, Walt Disney Indonesia, Colliers International, dan Hanwha Life. Di sini juga terdapat ruang yang biasa digunakan sebagai lokasi resepsi pernikahan, yaitu Mercantile Penthouse Wedding di lantai penthouse WTC 1.

World Trade Centre 2 ini dibangun pada tahun 2008 dan dirancang oleh Aedas dari Singapura dan PTI Architects. Desainnya berbeda dengan tiga gedung pertama. WTC 2 kemudian selesai dibangun pada tahun 2012. WTC 2 diklaim sangat irit listrik, air, dan sangat memerhatikan lingkungan, sehingga mendapatkan sertifikat BCA Green Mark. Gedung yang memiliki tinggi 160 meter ini menghabiskan biaya hingga 3 triliun rupiah. WTC 2 menjadi kantor pusat dari Bank Permata sejak 18 Maret 2013 dan juga kantor perusahaan lainnya seperti Apple, SAP, UNICEF , Pertamina Hulu Mahakam, Total, Societe Generale, dan Asahimas Chemical.
Lanjut ke World Trade Centre 3 yang menjadi bangunan tertinggi di kompleks ini. Dirancang oleh Aedas bersama Anggara Architeam dengan tinggi 209 meter. Bangunan ini dibangun mulai tahun 2013 dan selesai pada tahun 2018. Perusahaan yang berkantor di sini antara lain PricewaterhouseCoopers, ANZ, ABB Sakti Industri, Allianz, dan Pfizer. Oya, meski di World Trade Center Jakarta didominasi oleh perusahan-perusahaan, di sini juga dilengkapi dengan instalasi seni dan berbagai kafe dan restoran.
Gedung Unik di Jalan Sudirman
Beranjak ke seberang WTC, terdapat satu hotel yang namanya berbeda dengan desainnya, yaitu Hotel Le Méridien Jakarta. Hotel ini dimiliki oleh Grup Mercu Buana milik Probosutedjo, melalui PT Wisata Triloka Buana. Bangunan hotel yang identik dengan cat putih dan atap biru ini dirancang oleh William B. Tabler, arsitek asal Amerika yang sudah merancang sekitar 400 hotel di dunia. Hotel ini memiliki dua gedung, yang pertama berlantai 12 dan yang kedua dengan 21 lantai, yang dibangun pada tahun 1998. Le Méridien Jakarta merupakan yang pertama beroperasi di Indonesia dan menjadi Le Méridien ke-55 di dunia, sedangkan Le Méridien kedua dibangun di dekat Tanah Lot, Bali.


Sebelum menjadi hotel, lahan tempat hotel ini berdiri merupakan gedung kantor Grup Mercu Buana, yang sudah ada bangunannya sejak akhir 1960an. Awalnya dimiliki oleh PT Kiagoos dan kemudian dibeli oleh Mercu Buana pada tahun 1980. Pembangunannya dimulai pada akhir 1987 oleh Mercu Buana Raya Contractors dan Dumez, pemborong asal Prancis. Baru pada Oktober 1989 ditandatangani kontrak antara PT Wisata Triloka Buana dan jaringan hotel Le Méridien, yang saat itu dimiliki maskapai penerbangan Air France. Hotel selesai dibangun pada akhir 1990 dan dibuka oleh Ibu Negara Tien Soeharto bersama Menparpostel Soesilo Soedarman pada tanggal 17 Februari 1992. Kini secara keseluruhan, hotel ini memiliki 396 kamar. Oya, kenapa nama dan desainnya berbeda? Karena meski namanya berbau Prancis, namun lobi hotelnya didesain dengan suasana Jawa yang berpadu dengan Eropa. Bahkan salah satu kamar paling mahal dan mewahnya, yaitu Kudus Suite adalah yang paling Indonesia.



Nah, kini sampai ke gedung yang unik desainnya. Intiland Tower atau sebelumnya bernama Wisma Dharmala Sakti ini dirancang oleh Paul Rudolph, arsitek asal Amerika dengan gaya arsitektur tropis. Gedung ini dibangun mulai 23 Februari 1983 dan mulai digunakan pada akhir tahun 1987. Keunikan desainnya ini didasarkan pada filosofi yang diusung Rudolph, yaitu menciptakan gedung yang sesuai dengan iklim dan psikologis tropis di Indonesia. Bahkan gedung ini terbukti bisa memangkas biaya listrik dari pemakaian pendingin ruangan, dibandingkan gedung desain desain kaca. Wisma Dharmala Sakti juga didesain tahan gempa, sesuai dengan Peraturan Gempa Indonesia tahun1983. Selain di Jakarta, Rudolph juga mendesain gedung yang sama uniknya di Surabaya.



Sebelum menjadi Intiland Tower, gedung ini menjadi kantor Group Dharmala hingga krisis moneter tahun 1998. Salah satu penyewa gedung ini adalah stasiun televisi TV7 yang merupakan milik Kompas Gramedia, yang kemudian pindah ke Gedung Trans TV setelah diakuisisi oleh Transcorp. Oya, keunikan desain gedung ini ternyata menjadi “kutukan” bagi para pebisnis Tionghoa yang percaya fengshui. Sebab sudut tajam atap gedung ini dianggap buruk bagi kelangsungan bisnis di sekitar Intiland Tower. Bahkan Sampoerna Strategic Place, kompleks perkantoran seberang jalan Intiland Tower memasang cermin yang dianggap bisa menangkal energi negatif dari Intiland Tower.
Gedung Tinggi Dikelilingi Taman
Sampailah kita di tujuan terakhir, salah satu gedung yang paling dikenal di Jalan Sudirman yaitu Sampoerna Strategic Tower. Nama Sampoerna tentu sudah tidak asing lagi. Nah, sebelum kita membahas gedungnya, kita bahas dulu tentang sejarah perusahaan rokok terbesar pertama di Indonesia ini ya. Semua bermula ketika Liem Seeng Tee dan istrinya Siem Tjiang Nio, imigran Tionghoa dari Tiongkok mulai memproduksi rokok pada tahun 1913. Bisnis ini pada tahun 1930 diresmikan menjadi NVBM Handel Maatschapij Sampoerna dan merek yang dijual kala itu adalah rokok kretek Dji Sam Soe. Perusahan ini sempat hancur saat penjajahan Jepang. Kemudian pada 19 Oktober 1963, PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas didirikan dan kemudian berubah menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HM Sampoerna) pada tahun 1989. Baru pada Mei 2005, perusahaan ini diakuisisi oleh Philip Morris International.



Kini kembali ke Sampoerna Strategic Square. Nama kompleks ini dulunya adalah Anggada Danamon dengan dua gedung; Wisma Bank Danamon dan Wisma Danamon Aetna serta dimiliki oleh Danamon Land. Dirancang oleh tim arsitek dari Henry N. Cobb dan John Sullivan III dari Pei Cobb Freed & Partners. Pembangunan dimulai pada tahun 1993 dan selesai pada tahun 1997. Bangunan ini mulai digunakan oleh Bank Danamon, mulai bulan Januari tahun 1997 hingga tahun 2002, sampai kemudian pindah ke Menara RDTX. Grup Sampoerna Strategic kemudian membeli Danamon Land dari Panin Bank pada tahun 2005 dan kemudian mengelola kompleks ini melalui Sampoerna Land sejak tahun 2005. Sampoerna lalu merenonasi gedung setinggi 158 meter dan kompleks di dalamnya dengan jasa dari Airmas Asri. Salah satunya bagian atap gedung dan juga lahan yang sebelumnya digunakan sebagai plaza diubah menjadi taman dan diberi pagar. Pada tahun 2006, nama kompleks ini diganti menjadi Sampoerna Strategic Square.
Oya, tadi sempat diceritakan tentang desain bangunan Intiland Tower yang kurang bagus secara fengshui. Karena alasan ini pula, Sampoerna Strategic Square memiliki 20 cermin di beberapa titik gedung untuk menangkal aura buruk yang dikeluarkan oleh Intiland Tower. Menurut kepercayaan fengshui, bentuk desain Intiland Tower bisa merusak keharmonisan kawasan di sekitarnya dan bisa terbelenggu oleh konflik.
Ada satu bangunan kecil yang unik di depan Sampoerna Strategic Square. Bangunan ini ternyata showroom dari Sampoerna Kayoe, produsen kayu lapis terbesar di Indonesia dan juga milik dari mantan Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk. Michael Sampoerna. Ia membeli saham PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) sebanyak 40 persen di tahun 2006 setelah keluar dari bisnis rokok. Pada tahun 2017, PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) berubah menjadi Sampoerna Kayoe. Jadi beda ya antara PT HM Sampoerna Tbk. (perusahaan rokok) dan Sampoerna Strategic Group (yang anak perusahaannya meliputi Sampoerna Kayoe dan Sampoerna University). Showroom Sampoerna Kayoe ini dibuka pada 27 Oktober 2019 dan dilengkapi dengan coffee shop di lantai dasar dan galeri display product di lantai atas. Seluruh material showroom ini berasal dari produk Sampoerna Kayoe.



Bersama sahabat saya, Adesti di depan Kopi SSS
Coffee shop yang berada di lantai dasar, dinamakan Kopi SSS. Nama ini diambil dari singkatan Sampoerna Strategic Square, tapi kemudian sengaja diplesetkan dengan menjadi Kopi Suka Suka Saya. Entah mana yang benar, tapi coffee shop ini menarik untuk dikunjungi atau sekadar berfoto di depan bangunan kayu yang super unik ini. Dan ini adalah titik terakhir penjelajahan di hutan betonnya Jakarta. Tapi meski baru sampai Sampoerna Strategic Square, ternyata masih banyak bangunan lainnya di Jalan Sudirman yang masih belum dikunjungi. Mungkin ini pertanda untuk perlu menjelajahi Jalan Sudirman di waktu berikutnya. Terima kasih sudah membaca, sampai jumpa di perjalanan berikutnya ya!
Menarik “virtual tour”-nya! Selama ini di Jakarta seringnya cafe hopping dan kadang kehabisan ide mau ke mana, baru kepikiran kenapa nggak menjelajah gedung-gedung pencakar langit ini ya? Thank you idenya! 😀
LikeLiked by 1 person
Padahal akan sangat menyenangkan jika gedung-gedung pencakar langit ini punya observatorium deck. Sayangnya karena alasan keamanan, tidak dibuat atau dibuka untuk umum. Semoga kelak ada pencakar langit di Jakarta yang punya fasilitas ini. Jadi seru. Hehe
LikeLiked by 1 person