JAKARTA: Sisi Timur Kota Tua

Jika sebelumnya kita menjelajah bekas tembok kota Batavia, lalu Kastil Batavia dan kawasan Gudang Timur. Berikutnya kita akan menuju ke lokasi-lokasi yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang. Bahkan jika kita sering ke kawasan Kota Tua, tempat-tempat ini mungkin tak pernah terlintas dalam pikiran kita. Apa saja sih tempat-tempat bersejarah yang ternyata juga bagian dari Kota Tua? Yuk kita jelajahi bersama!

Peninggalan Belanda-Portugis

Gerbang Amsterdam sekitar tahun 1857. source: wikimedia.org

Kini kita menuju ke satu lokasi yang dulunya adalah Gerbang Amsterdam atau Amsterdamsche poort. Lokasinya berada di persimpangan Jalan Cengkeh (Prinsenstraat), Jalan Tongkol (Kasteelweg), dan Jalan Nelayan Timur (Amsterdamschegracht), dan berhadapan dengan Balai Kota (Stadhuis). Gerbang ini dulunya memiliki banyak nama, yaitu Pinangpoort (Gerbang Pinang) dan Kasteelpoort. Semua orang yang hendak masuk Batavia dari Pelabuhan Sunda Kelapa saat itu harus melewati Gerbang Amsterdam. Jarak gerbang ini ke Stadhuis yaitu sekitar 400-500 meter. Pada abad ke-18 gerbang ini juga menjadi saksi bisu pelaksanaan hukuman mati, baik berupa digantung atau dipenggal.

Patung Dewa Mars dan Dewi Minerva pada Gerbang Amsterdam. source: wikimedia.org

Pada masa Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff, benteng bagian selatan termasuk gerbang Amsterdam direnovasi dengan gaya Rococo. Gerbang ini merupakan sisa peninggalan benteng VOC semasa J.P. Coen. yang tidak turut dihancurkan oleh Gubernur Jenderal HW Daendels pada pertengahan abad ke-19. Bahkan sempat dipugar pada kurun waktu antara 1830 dan 1840. Lalu patung Dewa Mars (dewa perang Romawi) dan Dewi Minerva (dewi kesenian Yunani) ditambahkan pada gerbang ini. Sayangnya kedua patung itu hilang semasa pendudukan Jepang di Indonesia.

Bagian sisi kanan dan kiri Gerbang Amsterdam dhancurkan karena tidak bisa dilewati trem. Tampak rel kereta api yang menghubungkan Duri dan Kampung Bandan. source: republika.co.id

Sisi gerbang ini kemudian dihancurkan seiring dengan mulai beroperasinya trem kereta kuda pada April 1869. Alasannya karena Gerbang Amsterdam tidak bisa dilalui trem, sehingga sisi-sisi gerbang dihancurkan. Hingga keseluruhan bangunan dihancurkan pada awal tahun 1950-an untuk pelebaran jalan. Namun ada juga yang mengatakan gerbang ini dihancurkan karena adanya sentimen terhadap peninggalan kolonialisme setelah kemerdekaan.

Kapal dagang VOC bernama Batavia dan replika gerbang Batavia Portico di Western Australian Museum. source: nationalgeographic.grid.id

Oya, sebenarnya gerbang ini dibuat di Belanda dan dikirim menggunakan kapal menuju Batavia. Bahkan ada dua gerbang yang dikirim ke Batavia, sayangnya gerbang sebelah utara atau Batavia Portico yang tidak pernah sampai ke Batavia. Gerbang seberat 32 ton ini karam di perairan Australia pada tahun 1629. Pada tahun 1963, bangkai kapal diangkat dan gerbang utara Kastil Batavia masih kokoh. Kini gerbang utara menjadi koleksi Museum Australia Barat di Geraldton, Australia dan rencananya hendak dipindahkan ke Jakarta oleh pemerintah DKI Jakarta. Bahkan ada rencana untuk membangun replika gerbang selatan di dalam rencana revitalisasi Kota Tua. Namun tidak diketahui apakah akan berada di tempat yang sama.

Tak jauh dari bekas gerbang ini, dulu ditemukan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão Sunda Kelapa. Prasasti ini menandai perjanjian antara Kerajaan Sunda yang dipimpin oleh Sri Baduga atau Prabu Siliwangi dan penguasa Malaka, yakni bangsa Portugis, atas bantuan Portugis yang membantu Kerajaan Sunda dalam menjaga pelabuhan Sunda Kelapa dari serangan Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Demak. Pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugal menandatangani perjanjian dagang lada dan memberi hak untuk membangun benteng di Sunda Kelapa. Lalu pada tahun 1522 Gubernur Alfonso d’Albuquerque yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme ke Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang. Tepat pada pada 21 Agustus 1522, sebuah perjanjian bersejarah ditandatangani oleh dua pihak yang bersepakat membentuk sebuah koalisi.

Padrão atau batu peringatan dalam Bahasa Portugis ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. Lokasinya berada di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkih) dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), dan ini merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrão saat mereka menemukan tanah baru. Namun sayangnya Portugis gagal untuk memenuhi janjinya karena adanya masalah di Goa, India dan pada tahun 1527, Raden Fatahillah dari Kerajaan Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa. Batu setinggi 165 cm ini ini sempat hilang dan ditemukan lagi pada tahun 1918. Kini batu yang asli menjadi koleksi Museum Nasional dan replikanya bisa dilihat di Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta.

Bangunan Megah Bekas Lokasi Judi

Perjalanan kita lanjutkan ke salah satu bangunan yang mungkin tak banyak orang tahu. Lokasinya berada di Jalan Kunir, masih satu kawasan dengan Kota Tua. Bangunan ini merupakan bekas kantor dari Geo Wehry & Co. Mungkin bagi kalian yang pernah berkunjung ke Kota Padang, pernah mendengar nama gedung yang sama. Ya memang sama, karena satu perusahaan. Sebelum kita membahas bangunannya, kita coba berkenalan dulu dengan Geo Wehry & Co ini.

Geo Wehry & Co ini merupakan satu dari lima perusahaan konglomerat Belanda yaitu Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) atau biasa disebut The Big Family (lima perusahaan raksasa milik Belanda). Empat perusahaan lainnya adalah NV Borsumij Maatschappij, NV Lindeteves Stokvis, NV Jacobson van den Berg dan NV Rotterdam Internatio. Perusahaan-perusahaan ini menguasai jaringan perdagangan, produksi, jasa, industri, dan distribusi di Hindia Belanda, serta di sejumlah negara pada masa sebelum Perang Dunia II. Lalu Geo Wehry & Co ini bergerak di industri apa? Geo Wehry & Co sendiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan di Hindia Belanda. Perusahaan ini sudah ada di Hindia Belanda sejak tahun 1867 dan memiliki 28 perkebunan dengan komoditi, yaitu teh, kina, dan karet, serta menjalankan perdagangan dalam negeri dan juga luar negeri.

Geo Wehry sendiri adalah seorang pebisnis berkebangsaan Jerman yang pada tahun 1900 berimigrasi ke Belanda. Bisnis Geo Wehry waktu itu adalah mengimpor semua jenis rempah-rempah dari Indonesia, khususnya dari Sumatra Barat. Setelah Perang Dunia II, perusahaan Geo Wehry bergabung dengan Borneo Sumatra Maatschappij atau Borsumij, dengan kesepakatan impor kelapa dari Kalimantan dan Kopra dari Sumatra.

Kini kita melihat ke bangunannya ya. Meski sedikit terhalang seng yang menutupi pagar bagian depannya, kita malah bisa melihatnya lebih jelas dari sampingnya, dekat dengan restoran Fortune Star. Bangunan ini dibangun pada tahun 1926-1927 oleh Geo Wehry atas rancangan dari Algemeen Ingeneiur Architectenbureau atau AIA Bureau. Sebelumnya pada tahun 1918, Geo Wehry menugaskan AIA Bureau untuk merancang tiga kantor cabangnya yang dilengkapi dengan gudang. Ketiga kantor ini dibangun antara tahun 1919 dan 1920. AIA Bureau bertindak sebagai kontraktor pada dua kantor perusahaan yang terletak di Batavia, dan satu kantor di Padang dilaksanakan oleh kontraktor lain. Geo Wehry & Co memberikan tugas kepada AIA Bureau untuk merancang kantor pusat yang baru bagi perusahaan ini yang terletak di Leuwinnegracht (Jalan Kunir) di awal tahun 1921.

Frans Johan Laurens (F.J.L) Ghijsels dari AIA Bureau kemudian membuat tiga buah rancangan antara tahun 1921 hingga 1927. Rancangannya sendiri dari yang berornamen dekoratif hingga yang sangat sederhana. Namun karena tidak bisa memutuskan rancangan mana yang akan dipilih, Ghijsels membawanya ke Belanda dan melakukan presentasi kepada petinggi-petinggi Geo Wehry & Co di Amsterdam. Akhirnya pada tahun 1926 terpilihlah rancangan yang sederhana tanpa banyak ornamen dekorasi dan tampak yang simetris. Denah asli bangunan ini adalah persegi panjang dengan dua bagian yang menonjol pada bagian kiri dan kanan. Pintu masuk utama terletak ditengah-tengah bangunan. Tampak muka bangunan dengan garis-garis vertikal yang menghubungkan jendela-jendela pada lantai dasar dan lantai satu. Atap utama bangunan adalah perisai bertumpuk dengan jurai pada kedua sisinya. Pemiliknya sekarang tidak diketahui, tapi rumornya dimiliki oleh keluarga dari pejabat era Orde Baru. Bahkan gedung ini sempat menjadi arena judi ilegal beromzet miliaran rupiah dalam semalam.

Lalu bagaimana nasib perusahaan Geo Wehry & Co di Indonesia? Perusahaan ini masuk dalam 30 perusahaan dagang Belanda beserta cabang-cabangnya yang dinasionalisasi pada awal tahun 1950-an. Seluruh perusahaan perdagangan itu dilebur dalam PT Negara, yang kemudian dinamakan dengan Bhakti, yang terdiri dari sembilan Bhakti: PT Budi Bhakti (Borsumij), Aneka Bhakti (Internatio), PT Fadjar Bhakti (Jacobson van den Berg), PT Tulus Bhakti (Lindeteves), dan PT Marga Bhakti (Geo Wehry), PT Djaja Bhakti (Usindo), PT Tri Bhakti (CTC), PT Sedjati Bhakti (Jajasan Bahan Penting), dan PT Sinar Bhakti (Java Steel Stokvis).

Lalu The Big Five dimerger menjadi tiga BUMN Niaga: PT Tjipta Niaga (Persero), PT Dharma Niaga (Persero), dan PT Pantja Niaga (Persero). Ketiga perusahaan ini kemudian dimerger lagi menjadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), yang juga dikenal sebagai Indonesia Trading Company (ITC). Satu-satunya BUMN trading company ini bergerak dalam perdagangan umum yang meliputi ekspor, impor, dan distribusi.

Oya, salah satu bangunan gudang dari Geo Wehry & Co yang berada di sebelah timur Kali Besar, atau tepatnya di Jalan Pintu Besar Utara No. 27 (kini Museum Wayang) dibeli oleh Yayasan Oud Batavia pada tahun 1937 untuk dijadikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia. Museum Oud Batavia ini kemudian dibuka untuk umum pada tahun 1939. Museum ini kemudian menjadi cikal bakal dari Museum Sejarah Jakarta yang sekarang.

Sisa Peninggalan Jalur Kereta Api di Batavia

Stasiun Noord Batavia. source: id.wikipedia.org

Kita lanjut lagi menuju ke salah satu peninggalan dari Stasiun Noord Batavia. Jalur kereta api di Jakarta sendiri baru dibangun mulai tahun 1870. Jalur pertama dibangun oleh Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang menghubungkan Kleine Boom atau pos pabean kecil di Pelabuhan Sunda Kelapa ke Koningsplein (Gambir). Pada tahun 1873, NISM kemudian membuka jalur Batavia ke Buitenzorg (Bogor). Stasiun pusatnya berada di Station Batavia dan stasiun ini yang kemudian dikenal dengan Batavia Noord (Batavia Utara). Letaknya tak banyak yang tahu, tapi kemungkinan di sekitar gedung BNI 46 Jakarta Kota. Selain NISM, ada perusahaan lain yaitu Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (BOSM) membuka jalur baru yang menghubungkan Batavia ke Bekassie, Caravam (Karawang), hingga ke Bandung.

Stasiun Batavia Zuid. source: id.wikipedia.org

Stasiun milik BOSM kemudian dikenal dengan nama stasiun BEOS, karena melayani Batavia En Omstreken atau BEOs (Batavia dan sekitarnya). Stasiun ini kemudian dikenal dengan nama Batavia Zuid atau Batavia Selatan. Jalur Batavia-Buitenzorg lalu dijual NISM kepada pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913. Jalur ini kemudian dikelola oleh perusahaan kereta api negara (Staatsspoorwegen atau SS). Bahkan sebelumnya Batavia Zuid sudah menjual jalurnya kepada SS pada tahun 1898 hingga ditutup dan dibongkar pada tahun 1926. Baru pada 8 Oktober 1929 dibangun stasiun utama bernama Station Batavia Benedenstad, atau kini Stasiun Jakarta Kota. Meski nama berubah, stasiun ini masih dikenal dengan nama stasiun BEOS. Station Batavia Noord kemudian berhenti beroperasi dan kemudian bangunannya dibongkar pada tahun yang sama.

Frans Johan Lowrens Ghijsels. source: nationalgeographic.grid.id

Oya, sedikit cerita tentang kantor Geo Wehry & Co dan stasiun BEOS. Keduanya sama-sama dibangun oleh Frans Johan Laurens (F.J.L) Ghijsels. Arsitek Belanda kelahiran Tulung Agung, Jawa Timur ini merancang banyak bangunan yang masih berdiri hingga hari ini. Misalnya kantor John Peet & Co yang sekarang jadi PT Toshiba dan gedung kantor Maintz & Co yang sekarang PT Samudera Indonesia. Kemudian gedung Geo Wehry & Co di Kota Lama Padang, Sumatra Barat. Rumah Sakit KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang kini menjadi RS Pelni Petamburan, gedung KPM di Jalan Medan Merdeka Timur, kini menjadi kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, serta Gereja Katolik Meester Cornelis (Gereja Katolik Santo Yoseph di Matraman, Jakarta Timur), dan Gereja Protestan Paulus di Menteng.

Sampailah kita di kantor BNI dan ini merupakan titik terakhir perjalanan menjelajahi kawasan Gudang Timur Batavia. Bagi saya ini sangat menarik, bahkan rasanya ingin kembali menjelajahi tempat ini lagi. Terima kasih sudah membaca cerita penjelajahan saya ini, sampai bertemu di perjalanan berikutnya ya!

3 thoughts

  1. Sejak saya secara tidak sengaja melihat di Google Maps ada bangunan tua di ujung Jalan Kunir, saya jadi penasaran. Ternyata itu bekas kantor Geo Wehry & Co. ya. Saya penasaran untuk bisa berkeliling di luar bangunan itu aksesnya harus masuk melalui gerbang utama restoran Fortune Star kah? Dan apakah untuk memotret bagian luar dan sekeliling bekas kantor Geo Wehry & Co. ini harus ada izin khusus?

    Terima kasih banyak sudah menuliskan mengenai sudut Kota Tua yang jarang dibahas ini.

    Like

    1. Untuk masuk ke dalam, setahu saya memang harus meminta ijin (waktu itu ijin dengan satpam yang ada di fortune star). Tapi memang tidak bisa masuk ke dalam halamannya, hanya bisa memotret dari pintu sampingnya saja. Kalo beruntung, diperbolehkan masuk. Cuma itu jarang sekali. Karena ini milik perorangan. Btw, terima kasih sudah membaca blog saya. 🙂

      Liked by 1 person

      1. Terima kasih banyak infonya. Blognya menarik karena banyak mengulas sisi Jakarta yang jarang diulas (termasuk beberapa tempat makan jadulnya)!

        Like

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s