JAKARTA: Jelajah Gudang Timur Batavia

Mendengar nama “Gudang Timur” membuat saya penasaran. Apalagi ini salah satu rute baru dari Jakarta Good Guide. Lokasi rute ini ternyata berada di kawasan yang sering saya lalui saat berjalan-jalan di kawasan kota tua. Salah satu yang menarik dari rute ini adalah bekas gudang yang sejarah berdirinya sudah ada sejak kota Batavia terbentuk. Nah, daripada penasaran kita mulai saja perjalanan pagi ini!

Kampung Tongkol yang Berseri

Kami berkumpul di sekitar Menara Syahbandar. Hari itu yang memandu adalah Ibek dari JGG. Kemudian kami langsung menuju ke salah satu kampung yang letaknya di antara Menara Syahbandar dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Setelah menyeberang jalan dan melewati jalan kecil dekat sebuah jembatan, sampailah kami di Kampung Tongkol. Nama kampung ini diambil dari nama jalan yang letaknya dekat dengan kawasan pemukiman ini, yaitu Jalan Tongkol. Perkampungan ini sejak dulu selalu menjadi target penggusuran oleh Pemerintah DKI Jakarta. Apalagi dulunya di sini banyak sekali sampah, air sungai yang berwarna hitam pekat, serta banyak gubuk-gubuk. Namun nasib kampung ini berubah pada Maret 2015 oleh seorang warganya, yaitu Gugun Muhammad.

Dulu jarak antara rumah ke batas sungai hanya satu atau dua meter dan mengganggu aliran Sungai Ciliwung. Gugun kemudian berinisiatif “memotong” luas rumahnya agar tidak mengganggu aliran sungai. Atas kesepatan dengan pemerintah setempat, bangunan yang dipotong hanya berjarak lima meter dari pinggir sungai. Hal ini kemudian mendorong adanya aksi memotong rumah. Meski demikian, ada beberapa rumah yang akhirnya harus dibongkar karena lokasinya persis di pinggir dinding sungai. Untuk mengakali pemotongan rumah ini, Gugun dan warga di sini kemudian merenovasi rumah dengan mengubah bentuknya. Salah satunya adalah membuatnya menjadi bertingkat dengan anak tangga yang cukup curam. Tapi hal ini menjadi pemandangan biasa di sini. Termasuk dinding rumah yang tampak terpotong di bagian depan rumah warga. Selain memotong bangunan, warga juga mengaku tidak lagi membuang sampah ke sungai. Ini tampak dari air sungai yang sudah tak lagi hitam. Bahkan di pinggir sungai dibuat semacam selasar yang menjorok ke sungai dan jembatan yang mempercantik kawasan Kampung Tongkol.

Nah, di salah satu pinggir sungai kita bisa melihat sebuah dinding batu bata yang tersusun dengan rapi. Meski tampak rapi, tapi dinding itu termasuk peninggalan bersejarah. Disinyalir dinding ini adalah bekas dari salah satu bastion atau kubu pertahanan yang dilengkapi dengan meriam. Dulu ada 4 bastion yang berada di Kastil Batavia, untuk dinding tadi kemungkinan bekas dari Bastion Saphier.

Sejarah Kasteel Batavia

Kini kita akan sedikit bercerita tentang sejarah bangunan yang sudah ada sejak jaman VOC. Dulu ketika VOC menguasai Jayakarta, dibangunlah benteng pertahanan pertama yang dinamai Fort Jacatra. Bangunan militer ini dibangun pada tahun 1611 oleh Jan Pieterszoon Coen yang kala itu menjabat kepala perwakilan dagang VOC untuk melindungi pasukan VOC. Pembangunan ini dilakukan sesuai perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1610 antara Pangeran Jayakarta Wijayakarma dan Jacques l’Hermite, kepala perdagangan VOC. Isinya kurang lebih memberikan keleluasaan bagi orang Belanda untuk berdagang dan ijin untuk membangun loji di sebidang tanah setelah membayar 1.200 real kepada raja. JP Coen kemudian membangunnya dengan ukuran sekitar 40×14,4 meter (atau 556 meter persegi). Loji ini dibuat dari batu dan diberi nama “Nassau“,dan berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan rempah agar tidak mudah terbakar dan dicuri penjahat. Pada tahun 1617, di sebelah loji Nassau dan dibangunlah loji kedua yaitu “Mauritius” yang sejajar dengan Sungai Ciliwung. Kedua loji ini kemudian dikenal dengan sebutan Nieuwe Huis (Mauritius) dan Oude Huis (Nassau). Dua loji ini kemudian dihubungkan dan diperkuat dengan tembok setinggi 9 kaki dan tebal 6-7 kaki di sebelah timur dan utara, sehingga membentuk sebuah benteng pertahanan yang kemudian diberi nama Fort Jacatra. Benteng yang berada di selatan pelabuhan Sunda Kelapa ini pun menjadi pusat kota Jayakarta.

Fort Jacatra (I) dan Kasteel Batavia (II). source: bataviadigital.perpusnas.go.id

Baru setelah kota Jayakarta direbut VOC, dibantu oleh tentara bayarannya asal Belgia, Denmark, dan Jepang, kota ini dan berganti nama menjadi Batavia pada 30 Mei 1619, benteng ini kemudian dibongkar dan di sebelah timurnya dibangun Kasteel Batavia yang luasnya 9 kali lebih besar. Oya, penamaan kota Batavia sendiri merupakan bentuk penghormatan leluhur orang Belanda, yaitu suku Batavier. Kastil ini sendiri dibangun pada tahun 1627-1628 oleh J.P. Coen yang kala itu sudah menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC di Batavia. Kastil ini dibuat untuk melindungi kemungkinan serangan baik dari darat maupun laut. Khususnya dari darat terdapat Banten dan Cirebon atau Demak, sedangkan dari laut ada Portugis.

Bagian depan Kastil Batavia yang menghadap ke laut. source: commons.wikimedia.org

Coen kemudian membangun tembok baru berbentuk persegi empat yang lebih kokoh dibandingkan tembok yang lama. Tembok ini mengelilingi kota Batavia. Kastil Batavia ini dibangun dengan batu kapur putih yang berasal dari pulau-pulau sekitar Batavia. VOC sendiri menugaskan Kapten Willem Ysbrandtszoon Bontekoe untuk mendatangkan material dari Kepulauan Seribu. Bontekoe mencatat bahwa batu kapur ini dipasang dari dalam air terus hingga puncak. Orang Tionghoa, orang Jawa, tawanan perang, dan orang Banda pun dibawa ke Batavia untuk membantu pembangunan kastil ini. Kastil ini pun berdiri sebelum penyerangan pertama Mataram ke Batavia pada pertengahan tahun 1628.

Coen juga membuat kanal-kanal di sebelah kastil yang berfungsi sebagai sarana pertahanan, agar menyulitkan musuh masuk ke kota. Grachten atau parit atau sungai buatan sesuai dengan suasana kota Belanda, terutama Amsterdam. Selain itu bagian tembok benteng yang sedikit menjorok keluar dipersenjatai, ini dinamai dengan sebutan bastion. Bastion ini ditempatkan gardu penjaga dengan meriam-meriamnya. Bahkan meriam-meriam ini juga ditempatkan di luar kastil dan diarahkan ke seluruh penjuru. Sedangkan di sebelah utara dan barat kastil terdapat pagar kayu yang rapat yang juga berfungsi sebagai sarana pertahanan.

Kubu Pertahanan Batavia

Peta Kastil Batavia. source: bataviadigital.perpusnas.go.id

Ada empat bastion atau kubu pertahanan yang berada di setiap sudutnya dan diberi nama seperti nama-nama batu mulia. Searah jarum jam berawal dari barat laut, Bastion de Parrel (D) atau mutiara (barat laut, dekat Menara Syahbandar), Bastion Saphier (C) atau batu nilam (timur laut, dekat Kampung Tongkol), Bastion Robijn (B) atau batu delima (tenggara, dekat persimpangan kali ancol dan kali ciliwung) dan Bastion Diamant (A) atau intan (barat daya, dekat jembatan kota intan). Tembok-tembok di atas bastion-bastion disebut courtine atau gordijn. Di tengah-tengah gordijn selatan dibuat pintu laandpoort (E) atau punten brach vant casteel yang dihubungkan oleh jembatan (pintu gerbang darat) dan di sebelah utara waterpoort vant casteel atau pintu gerbang laut (O) yang berfungsi sebagai dermaga. Selain itu di dalam kastil, tegak lurus dengan gerbang daratan (landpoort) terdapat sebuah gerbang yang memiliki banyak nama (G), yaitu gerbang pinang (pinangpoort), Kasteelpoort, atau Gerbang Amsterdam (Amsterdamsche poort). Gerbang ini adalah pintu utama menuju kota Batavia untuk penumpang kapal yang baru berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk gerbang ini akan kita bahas setelah kita mencapai lokasinya ya.

Kembali ke Kastil Batavia, di depan kastil yang berada di Jalan Tongkol, dulunya terdapat sebuah lapangan yang disebut Kasteelplein. Di dalam peta lama yang menggambarkan situasi tahun 1619, tampak dinding barat Kastil Batavia berhimpitan dengan dinding benteng lama (Fort Jacatra), sedangkan Bastion Saphier dan Robijn masih menjorok ke luar. Di luar kastil terdapat dua gerbang yaitu gerbang kolam (Vijverpoort) di ujung Bastion Parrel dan Gerbang Delft (Delftschepoort) di ujung Bastion Robijn.

Suasana di dalam Kastil Batavia. source: commons.wikimedia.org

Di dalam kastil ini terdapat beberapa bangunan, salah satunya General Huys atau bangunan serbaguna yang dapat digunakan sebagai penginapan, kemudian Logimen van de Raden van India dan Jaraansche corys dagarde yang berfungsi untuk gudang atau tempat lelang. Lalu terdapat gereja, kediaman direktur jenderal dan anggota dewan VOC. Selain itu juga ada kantor gubernur atau gubernement (H), gedung pengadilan, loge atau loji (L) dan gudang, kamar senjata, kamar pakaian, dan toko obat. Sedangkan di sebelah barat kastil, antara Bastion Parrel dan Diamant terdapat rumah peristirahatan atau Speelhuisje (Q) gubernur jenderal.

Makin pesatnya pembangunan di Batavia membuat kastil ini menjadi bagian kecil dari kota. Bahkan karena dikelilingi benteng menjadikan Batavia dikenal sebagai “kota berbenteng”. Batavia sendiri hingga awal abad ke-18 tampak makmur dan megah, hingga mendapat julukan “Ratu dari Timur” (Koningin van het Oosten). Namun ketika memasuki pertengahan abad ke-18, kualitas lingkungannya menurun dan membuat daerah pemukiman bergeser ke daerah selatan yang dianggap lebih sehat. Jumlah penduduknya juga menyusut karena munculnya wabah malaria yang menelan banyak korban pada tahun 1733-1738.

Pergeseran pemukiman ini kemudian dipelopori oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem van Imhoff pada tahun 1743. Bahkan setelah dia dilantik, van Imhoff memilih untuk tidak tinggal di rumah dinas yang terletak di Kastil Batavia. Ia memilih untuk tinggal ke daerah selatan di Jalan Jacatraweg yang kini jadi Jalan Pangeran Jayakarta. Sejak kepindahan van Imhoff, Kastil Batavia hanya digunakan sebagai tempat rapat, resepsi, dan fungsi kedinasan lainnya.

Sejarah Kastil Batavia berhenti saat Daendels menghancurkannya pada tahun 1808-1809. Di masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels ini, pemerintah Hindia Belanda, setelah VOC dibubarkan, mulai menghancurkan tembok kota yang kelilingi kota Batavia dan Kastil Batavia. Daendels lalu memindahkan jantung kota ke kawasan Weltevreden dan ia menggunakan puing-puing dari tembok dan Kastil Batavia untuk mendirikan bangunan-bangunan di pusat kota baru, Weltevreden. Namun tak semua tembok dihancurkan, masih ada beberapa yang berdiri di antara pemukiman warga. Semenjak Kastil batavia dihancurkan oleh Daendels maka tempat itu jadi gudang-gudang saja.

Sisa Gudang Timur yang Masih Berdiri

Nah, di bagian dalam tembok ada beberapa bangunan yang bersisihan dengan sisa tembok lama di bagian timur. Bangunan ini adalah salah satu gudang tua di kawasan Gudang Timur VOC atau Oostzjidsche Paakhuizen. Ini merupakan bagian dari Kastil Batavia yang dibangun Gubernur Jenderal VOC J.P. Coen pada 12 Maret 1619. Coen merombak benteng lama Fort Jacatra menjadi gudang penyimpan biji-bijian (graanpakhuizen). Salah satunya tertulis “Major Massie” di dinding depan gudang. Gudang ini dulunya berfungsi untuk menyimpan beras, kopi, teh, rempah-rempah, jagung, kacang, dan juga menjadi tempat penyimpanan kerajinan keramik dan porselen. Bangunan ini berada di sebelah selatan tembok baru yang dibangun Coen untuk mengelilingi Batavia. Berdasarkan papan informasi yang dibuat oleh Universitas Indonesia di area ini, ada total empat gudang tua yang berdiri sejak pertengahan abad ke-17.

Di kedua gudang paling timur terdapat serambi yang sejak pertengahan abad ke-18 membentuk garis miring antara sudut benteng yang dinamakan Bastion Amsterdam pada tembok kota dan sudut lainnya, Bastion Robijn, dari benteng atau Kastil Batavia, yang dulu terletak hanya tiga puluh meter di sebelah utara gudang-gudang tersebut. Serambi itu berfungsi sebagai tembok kota. Suatu tembok pendek menghubungkan gedung-gedung itu dengan benteng tersebut. Pada tembok ini pernah terdapat salah satu dari dua gerbang Kota Batavia, yaitu Delftschepoort atau Gerbang Delft.

Oya, tadi disebutkan jika ada empat gudang di kawasan ini. Gudang tertua di sebelah barat daya, dibangun lebih rendah pada pertengahan abad ke-17, sedangkan tiga lainnya dibangun antara tahun 1748-1759. Keempat gudang ini memanjang membentuk dua jajaran. Namun sayangnya, dua gudang paling tua sudah dibongkar pada tahun 1995 untuk pembangunan jalan tol dan flyover. Lalu gudang satunya roboh dengan sendirinya karena termakan usia. Satu bangunan masih ada berdiri dan berada di dekat bengkel peralatan milik TNI Angkatan Darat, Benglap Jaya/1-1 Tanjung Priok. Di kawasan ini terdapat banyak truk yang terparkir dan akses ke sini cukup becek, apalagi jika hujan. Kawasan parkir ini dikelola oleh sebuah perusahaan yang bekerjasama dengan Kodam Jaya.

Penjelajahan belum berhenti di sini, tapi masih akan sampai di titik stasiun kereta api pertama di Batavia. Jadi, sampai jumpa di tulisan berikutnya ya!

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s