

Hari ini jadi hari ketiga di Singapura. Setelah kemarin puas bermain di Universal Studios Singapore, hari ini kami ingin lebih santai. Tadinya ingin lari pagi di Henderson Waves Bridge, tapi karena kami bangun kesiangan, jadi kami merubah jadwal hari ini. Hari ini kami ingin menjelajahi tempat-tempat belum pernah kami datangi di Singapura. Kalau saya belum pernah ke Orchard Road, sedangkan teman saya belum pernah ke Gardens by the Bay. Jadi dua tempat ini yang menjadi tujuan utama kami hari ini.
Sarapan Ala Warga Lokal Singapura
Nah, untuk memulai hari kami berjalan kaki ke Keong Saik Road. Bukan mau ke Potato Head Singapore ya tapi hendak sarapan di Tong Ah Eating House. Seperti yang saya singgung tadi, salah satu resto yang cukup dikenal di sini adalah Potato Head Singapore, yang ternyata masih ada hubungannya dengan kopitiam yang kami mau datangi, yang lokasinya berada di seberangnya. Jadi kopitiam ini usianya lebih dari 75 tahun. Berdiri di 1939 dan awalnya menempati bangunan yang sekarang menjadi Potato Head Singapore. Namun karena ada investor asing yang membeli bangunan ini, Tang Chew Fue atau Ah Wee, sang pemilik kopitiam lalu memindahkan kedai kopinya di tempat sekarang sejak 2013. Padahal bangunan ini diwariskan oleh kakek buyut keluarganya. Ah Wee sendiri merupakan generasi keempat dan mengambil alih kepemilikan kedai kopi dari ayahnya di 1999.








Menu yang jadi andalan di kopitiam ini adalah roti bakar, bahkan diberi penghargaan sebagai “Most Crispy Kaya Toast in Singapore”. Tapi sebenarnya, pengalaman sarapan ala warga lokal menjadi salah satu pengalaman yang menarik di sini. Kami memesan paket Traditional Kaya Toast plus Kopi O. Kaya Toast-nya cukup enak, roti bakar tipis kering yang diolesi selai srikaya dan juga yang hanya diolesi mentega. Paket ini termasuk telur setengah matang. Untuk selainya dibuat sendiri dengan cara dimasak menggunakan api kecil selama kurang lebih 10 jam dan terus diaduk tanpa henti.



Nah, kalau pesan kopi jangan sampai bingung ya. Kopi O itu berarti kopi hitam tanpa gula, sedangkan Kopi C berarti kopi yang diberi tambahan susu. Sebenarnya ada beberapa jenis kopi yang bisa kita pesan di kopitiam, seperti butter coffee, kopi dengan tambahan mentega cair, serta Yuan Yang, kopi hitam yang dicampur dengan teh. Untuk tehnya sendiri, kopitiam ini hanya menggunakan teh yang berasal dari Sri Lanka. Selain menu sarapan, di kopitiam ini juga ada menu andalan lainnya, seperti ayam aroma, ikan kuah asam, scallop rolls, dan iga bakar dengan saus kopi. Jika ingin ke sini, kalian bisa jalan kaki dari stasiun MRT Chinatown atau MRT Tanjong Pagar. Buka dari jam 6.30 pagi sampai 10 malam.
Melihat Kota Singapura Dari Ketinggian
Setelah makan kami menuju ke kawasan Central Business District. Di sini kami bukan mau bekerja ya, tapi kami mau menuju ke CapitaSpring, pencakar langit terbaru di Singapura. Nah, kenapa ke sini? Karena katanya di sini tempat terbaik untuk melihat pemandangan kota dari ketinggian. Karena tingginya mencapai 280 meter dan menjadi gedung yang tertinggi kedua di Singapura, bersamaan dengan One Raffles Place, United Overseas Bank Plaza One, dan Republic Plaza. Lokasinya ada di Market Street dan untuk menuju ke sini, kalian bisa keluar di stasiun MRT Raffles Place (melalui Exit A).







Apa saja yang ada di sini? Ada lokasi menarik yang bisa kalian datangi dengan gratis di sini, pertama adalah Sky Garden di lantai 51 atau rooftop gedung ini, dan kedua adalah Green Oasis yang menempati 4 lantai gedung ini, yaitu lantai 17 sampai 20. Di Sky Garden, kita bisa berjalan melalui jalan setapak yang dibangun mengelilingi rooftop sambil melihat pemandangan 360 derajat kota Singapura. Untuk berkeliling, kita membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit, tergantung jika kalian ingin berhenti di titik-titik tertentu ya. Jika kalian melihat ke arah barat, kalian bisa melihat bangunan Pinnacle@Duxton dan juga kawasan Chinatown. Di arah utara, ada Orchard Road, Singapore River, dan Bukit Timah di kejauhan. Nah kalo di arah timur ada Marina Bay Sands. Sedangkan di utara, ada pelabuhan dan di kejauhan tampak Pulau Sentosa.












Meskipun tidak bisa melihat secara jelas karena masih terhalang kaca sebagai pembatas, tapi kita bisa cukup jelas melihat suasana Singapura dari ketinggian, dengan catatan cuacanya sedang cerah ya. Di Sky Garden ini juga ada lahan pertanian kota atau urban farming dengan luas 1.371 meter persegi. Lahan ini disebut-sebut sebagai urban farm tertinggi di Singapura. Ada sekitar 80.000 tanaman yang ditanam di sini. Uniknya, lahan pertanian ini memasok buah-buahan, rempah-rempah, sayuran, dan bunga yang dapat dimakan untuk tiga restoran yang ada di lantai 51 ini. Kalau kalian punya anggaran lebih, mungkin bisa mencoba salah satunya. Tinggal pilih, ada 1-Arden Food Forest, Australian Kaarla, dan Japanese Oumi. Kalau kalian makan di salah satu resto ini, kalian bisa menikmati pemandangan sore hari yang hanya bisa dinikmati oleh pengunjung resto.










Selain Sky Garden, di sini juga ada Green Oasis, berupa ruang hijau dengan konsep taman keliling yang menempati 4 lantai bangunan CapitaSpring. Kalian bisa mulai dari bawah ke atas, atau dari atas ke bawah. Kalau capek naik-turun, tenang saja ada lift yang beroperasi hanya di 4 lantai ini. Di sini itu banyak sekali tempat untuk bersantai, ada bean bag dan kursi rotan yang sengaja diletakan di beberapa sudut. Kalau butuh mengisi daya ponsel atau peralatan elektronik, di setiap kursi disiapkan colokan listrik. Bahkan kalau ingin work out, kalian juga bisa memanfaatkan peralatan gym outdoor. Meski pemandangannya tak sejelas di Sky Garden, tapi di sini kita merasakan pengalaman sensasi hutan beton Singapura. Di setiap sudut yang tampak hanya bangunan tinggi. Di sini juga ada satu resto di lantai 17, yaitu Sol Luna.

















Oya, tadi lupa ya bilang caranya menuju ke Sky Garden dan Green Oasis. Sepertinya yang saya bilang tadi, dua lokasi ini gratis dan masuknya melalui lobi CapitaSpring, Kallian cukup menuju ke sebuah lift yang berada di sebelah kiri resepsionis (sangat mencolok karena ada videotron yang tertempel di dinding luar). Nanti kalian bisa langsung pilih mau ke lantai berapa. Tapi di sini tidak semua lantai ya, karena tombolnya sudah ditentukan. Jam bukanya ada dua sesi, pertama jam 8.30-10.30 pagi dan kedua jam 2.30 siang sampai 6 sore. Untuk slot jam 10.30 pagi sampai 2.30 siang hanya diperuntukan untuk para penyewa CapitaSpring, penghuni apartemen Citadine Raffles Place, dan pengunjung restoran. Kalau selepas jam 6 sore hanya dikhususkan untuk pengunjung restoran saja.


Di CapitaSpring ada satu lokasi yang tidak sempat kami datangi, padahal pengen sekali mencoba membeli makanan murah di sini. Ya bayangkan saja, lokasinya di CBD Singapore dan pastinya banyak makanan yang mahal. Namanya Market Street Hawker Centre. Lokasinya di lantai 2 dan 3 di gedung yang sama dan menempati 2 lantai. Pintu masuknya menyelip di persimpangan Market Street dan Chulia Street, tepat di seberang UOB Plaza. Ada sekitar 56 penjual makanan di sini. Kenapa penasaran, karena kalau saya lihat-lihat di beberapa video ulasan, tempatnya bersih sekali dan cenderung lebih “mewah” ketimbang pusat kuliner lainnya di Singapura. Bahkan harga makanannya masih terbilang murah.


Meski baru di buka pada 5 April 2022, sebenarnya tempat ini punya sejarah panjang. Awalnya dikenal sebagai Golden Shoe Hawker Centre saat pertama kali diluncurkan pada Mei 1984 dan pada 2017, dipindahkan ke Amoy Street dan berganti nama menjadi Market Street Interim Hawker Centre. Setelah bertahun-tahun, Market Street Hawker Center akhirnya pindah di lokasi sekarang. Sebagian besar penjualnya adalah penjual makanan yang sudah bertahun-tahun berjualan sejak pusat kuliner ini didirikan. Wah, lain kali saya mau mencobanya.
Menuju Ke Pusat Perbelanjaan Di Singapura
Kami kemudian melanjutkan perjalanan dengan naik MRT untuk menuju ke Orchard Road. Di sini kami turun di stasiun MRT Orchard yang tersambung dengan mall ION Orchard dan sampailah kami di jalan yang paling dikenal di Singapura, Orchard Road. Jalanan yang membentang sepanjang 2,2 km ini dulunya hanya jalan setapak. Tepatnya sekitar 150 tahun lalu, jalan ini adalah jalan kecil di antara perkebunan buah, pala, dan merica. Nama jalan ini memang mewakili kondisi kawasan ini di pertengahan 1800an, yang berarti kebun buah. Baru pada 1830an, jalan ini mulai dibangun di antara perkebunan gambir, lada, pala dan buah-buahan. Seiring berjalannya waktu, mulai muncul pemukiman, tempat ibadah, hingga pemakaman, seperti bekas pemakaman Yahudi yang sekarang menjadi stasiun MRT Dhoby Ghaut dan bekas pemakaman Tionghoa yang sekarang menjadi Hotel Meritus Mandarin dan Ngee Ann City. Salah satu rumah yang cukup dikenal adalah Hurricane House milik Raja Siam yang berdiri pada 1890an, kini menjadi Kedutaan Kerajaan Thailand.




Baru pada 1903, mulai bermunculan toko-toko di Orchard Road. Toko pertama di Orchard Road adalah milik perusahaan Tang yang didirikan pada 1934 dan yang paling terkenal adalah toko serba ada Centerpoint yang dibuka pada 1958. Pemilik toko serba ada tersebut adalah saudagar kaya bernama C.K. Tang. Saat berdiri, toko itu berada di atas tanah yang menghadap ke pemakaman. Pada 1982, tempat itu dihancurkan dan digantikan oleh gedung Tang Plaza yang di dalamnya terdapat pusat pasaraya lokal dan hotel. Setelah Tang Plaza, lalu bermunculan bangunan lain di Orchard Road pada 1970an. Mulai dari bioskop, mall yang lebih besar, dan pusat hiburan lainnya. Jika dihitung, sekarang ada sekitar 20an pusat perbelanjaan dan 15 hotel mewah.
Setiap pusat perbelanjaan di sini memiliki ciri khasnya masing-masing, salah satunya adalah Lucky Plaza yang menjadi pusat berkumpulnya para pekerja Filipina. Kali ini kita tidak akan berkeliling dari satu mall ke mall lainnya, karena tujuan utama ke sini adalah library@orchard. Perpustakaan ini merupakan satu dari dua perpustakaan umum dengan konsep butik yang dimiliki oleh National Library Broad (NLB) of Singapore. Keduanya menargetkan anak muda, apalagi library@orchard berada di kawasan pusat perbelanjaan Orchard, sedangkan library@esplanade berada di kawasan seni (lokasinya di Esplanade Mall) dan menjadi perpustakaan umum pertama di Singapura untuk seni pertunjukan (musik, tari, teater, dan film). Sepertinya menarik untuk datang ke perpustakaan yang ada di Esplanade ini.





Kembali ke library@orchard. Perpustakaan ini pertama kali dibuka oleh Lee Yock Suan, Menteri Informasi dan Kesenian, pada 21 Oktober 1999 dan terletak di lantai 5 mall Ngee Ann City. Tempat ini lalu ditutup pada 30 November 2007 karena sewa tempat di Ngee Ann City tidak akan diperpanjang. Perpustakaan kemudian direlokasi dan dibuka kembali pada 23 Oktober 2014 di lantai 3 dan 4 mall Orchard Gateway (bekas mall Specialists’ Shopping Centre) oleh Yaacob Ibrahim, Menteri Komunikasi dan Informasi. Lokasi ini dekat dengan stasiun MRT Somerset.






Perpustakaan baru ini agak lebih besar dari lokasi sebelumnya. Luasnya 1.700 meter persegi dan mencakup dua lantai mal, yang dinamakan The Studio dan The Loft. 45% dari 100.000 koleksi di sini berfokus pada desain, yang terbagi atas 5 kategori; people design, space design, product design, visual design, dan lifestyle design, sisanya adalah kategori dewasa muda. Oya, koleksinya ini mulai dari majalah, audio books, buku fiksi dan non-fiksi. Ciri khas perpustakaan ini adalah desain interior minimalis yang didominasi dengan warna putih dan bentuk rak buku yang unik seperti gelombang. Makanya di sini ada beberapa pengunjung yang sengaja datang untuk berfoto (meski beberapa ada juga yang datang untuk membaca buku tentunya). Perpustakaan cantik ini buka dari jam 11 pagi hingga 9 malam.



Puas berkeliling di dalam perpustakaan, sekaligus ngadem, kami pun menuju ke salah satu spot menarik di mall Orchard Gateway, namanya The Tube Viewing Gallery. Jembatan penghubung di lantai 3 pusat perbelanjaan Orchard Gateway ini terhubung dengan Orchard Gateway@Emerald yang ada di seberangnya. Jembatan ini dikelilingi dinding transparan dan lantai reflektif, dengan bentuk simetris dan unik. Tentunya sayang jika tidak berfoto di sini. Jembatan penghubung ini baru dibuka bersamaan dengan dibukanya mall Orchard Gateway pada 26 April 2014. Buka dari jam 10.30 pagi sampai 8.30 malam. Jika malam hari akan semakin bagus, karena diberi penerangan lampu warna-warni. Karena sudah siang, perut kami pun keroncongan dan kami berhenti sejenak di Hey Tea untuk membeli Taro Boba Milk Tea untuk mengganjal isi perut.

Menikmati Laksa Untuk Makan Siang
Kami kemudian memutuskan untuk makan siang di 328 Katong Laksa. Nah, kalau mau ke pusatnya di East Coast Road cukup jauh. Jadi kami memutuskan untuk ke cabangnya di United Square Shopping Mall yang berada di Thomson Road. Kami naik MRT North South Line dari stasiun MRT Somerset lalu turun di stasiun MRT Novena yang berada di mall Velocity @ Novena Square. Tinggal jalan kaki menyeberang ke United Square Shopping Mall. Lapaknya sendiri bukan di dalam mall ya, melainkan ada di bagian luar. Saat kami datang memang sedang ramai orang makan siang. Beruntung kami dibantu oleh uncle yang menjaga lapak laksa. Kami lalu memesan 2 porsi Medium Laksa. Pas memesan, si auntie sempat menunjukan sebuah cangkang kerang. Awalnya agak bingung juga, apalagi ngomongnya pakai Singlish. Baru kemudian ngeh maksudnya, pakai seafood atau tidak? Jadi kalian yang alergi seafood, bisa memesan tanpa udang dan kerang. Kami juga memesan Otah atau kalau di sini ya otak-otak namanya. Meski bentuknya sama (dengan dibungkus daun pisang) tapi isinya cukup beda, karena berwarna merah oranye kekuningan. Kayaknya dibuat dengan bumbu kunyit.




Kalau laksanya seperti apa rasanya? Mienya mirip seperti bihun, terbuat dari tepung beras. Kuah santannya berwarna oranye muda, mirip dengan laksa di Malaysia. Lalu isiannya ada udang, kerang dara, dan fish cake. Jika ingin pedas, kalian bisa menambahkan sambal terasi. Ada satu lagi seperti taburan daun kering, kalau saya cari namanya sih daun laksa semacam daun ketumbar. Rasanya unik sih dan menambah rasa di kuah laksanya. Tapi selain rasa, apa sih yang membuat laksa ini terkenal? Jadi tuh Restoran ini termasuk dalam 34 tempat makanan yang mendapat kategori Bib Gourmand dari Michelin Guide Singapore. Kategori ini untuk untuk tempat makan dengan harga terjangkau atau makanan kaki lima. Pendiri Katong Laksa, Ms Nancy Koh atau Lucy Koh, membutuhkan waktu enam bulan untuk menyempurnakan resepnya yang khas peranakan. Ia mendirikannya pada 1975 dan laksa buatannya telah menjadi favorit yang terkenal selama 40 tahun terakhir. Dinamakan “328” karena terdengar seperti “makmur” dalam bahasa Kanton.
Di 2013, celebrity chef Gordon Ramsay pernah datang ke sini dalam rangka acara SingTel Hawker Heroes Challenge. Dia diadu dengan sang pemilik, Lucy Koh dan putranya, Ryan Koh. Warga Singapura yang menilai masakan keduanya mengatakan bahwa laksa buatan 328 Katong Laksa lebih enak dibanding buatan Ramsay. Laksa buatan Lucy dan anaknya meraih 59,5%, sedangkan Ramsay mendapat 40,5%. Ramsay pun mengakui bahwa 328 Katong Laksa tak terkalahkan. Sejak saat itu, tempat ini mengklaim sebagai tempat makan laksa nomor 1 di Singapura. Artis-artis dari seluruh penjuru dunia pun datang ke sini untuk mencicipi keaslian resep 328 Katong Laksa. Sekarang sudah ada 4 lapak 328 Katong Laksa yang tersebar di Singapura, pusatnya East Coast Road, sedangkan cabangnya di United Square Shopping Mall, Queensway Shopping Centre, dan Westgate di Jurong East.
Puas makan laksa, kami kembali lagi ke Orchard dengan naik MRT. Sesampainya di Orchard, rencananya mau membeli ice cream sandwich di depan ION Orchard. Tapi kami mengurungkan niat karena perut sudah agak begah. Kami justru tertarik untuk membeli coconut shake dari air dan buah kelapa yang dijual Mr. Coconut. Kami lalu menuju ke Wisma Atria, tepatnya di lantai Basement 1. Intermezzo: Wisma Atria ini dibangun di bekas Wisma Indonesia yang dulunya adalah Kedutaan Besar Indonesia.


Sampailah kami di gerai Mr. Coconut. Gerai ini adalah salah satu cabangnya yang tersebar di Singapura, sejak pertama kali berdiri di 2016. Untuk menjaga keaslian rasa kelapa, Mr. Coconut hanya menggunakan kelapa muda dari Thailand. Kami kemudian memesan Coconut Shake karena penasaran dengan rasa yang original. Sebenarnya ada beberapa pilihan, seperti varian Coconut Oreo Shake, Coconut Strawberry Shake, Coconut Banana Shake hingga Coconut Cappuccino Shake. Cara memesannya pun mudah. Menggunakan layar sentuh dan cara pembayarannya bisa tunai maupun non-tunai. Pelayanannya terbilang cepat, kurang dari lima menit, pesanan kami pun sudah tersedia. Soal rasa, seger sih. Rasanya seperti minum air santan tapi ada sensasi rasa kelapa mudanya. Teksturnya cukup kental seperti float atau milkshake, tapi masih terbilang enak.
Naik Bus Tingkat dan Menjelajah Sky Garden
Kami lalu berkeliling sebentar masuk ke dalam ION Orchard sambil cuci mata. Salah satunya masuk ke toko MUJI, yang sudah tidak ada lagi di Jakarta. Rasanya hari ini sudah cukup berjalan jauh di sekitaran Orchard Road, kami memutuskan untuk pulang. Tadinya sih mau naik MRT, tapi kok jadi penasaran naik bus tingkat di Singapura. Kami coba cari rute bus yang melalui Chinatown dan akhirnya menemukannya, yaitu Tower Transit Bus Service 143 yang melayani Jurong East ke Toa Payoh. Untuk naik bus ini, kami harus naik dari halte Orchard Stn/Tang Plaza yang berada persis di depan Tang Plaza.


Tak lama, bus tingkat yang kami cari pun datang. Kami masuk tinggal tap kartu EZ Link dan langsung naik ke atas. Pas sekali, kursi paling depan masih kosong. Kami duduk di depan sambil menikmati jalanan Singapura yang kala itu cukup padat. Saat kami bersiap untuk turun, kami sempat bingung akan turun di mana. Rencananya kami mau menuju Pinnacle@Duxton, dan untuk menuju ke sini kami harus turun di halte Outram Pk Stn Exit. Tapi kami kebablasan hingga ke halte Bef Kampong Bahru Ter (dua halte lebih depan).


Walau kebablasan, kami justru menemukan satu lokasi yang menarik di Blair Road, tak jauh dari tempat kami turun. Di sini adalah lokasi Blair Plain Conservation Area, kawasan konservasi ini dikukuhkan pada 25 Oktober 1991 untuk melestarikan rumah toko (shophouse) dan rumah teras berlantai dua dan tiga. Dulu daerah ini dikembangkan sebelum akhir abad ke-19 dan namanya diambil dari nama John Blair, seorang perwira senior di Perusahaan Dermaga Tanjong Pagar, yang memiliki tanah di daerah tersebut dan memiliki rumah besar di dekat pelabuhan. Bangunan di sini dibangun dengan gaya arsitektur yang klasik. Rumah teras mencerminkan campuran eklektik elemen desain Cina, Melayu, dan Eropa. Sedangkan rumah toko di sini dapat dikenali dari desain arsitekturnya yang sederhana, dengan bukaan jendela tunggal pada fasad depan lantai dua.
Setelah enam menit berjalan kaki, kami sampai di Pinnacle@Duxton. Pinnacle@Duxton adalah perumahan 50 lantai dengan 7 tower yang masing-masing tower dihubungkan dengan dua sky garden terpanjang yang pernah dibangun di atas gedung pencakar langit dengan masing-masing panjangnya 500 meter. Bangunan yang selesai dibangun pada 2009 ini juga dinobatkan sebagai pembangunan tempat tinggal publik tertinggi di dunia. Sebenarnya ada dua sky garden di sini, lantai 50 yang terbuka umum dan penghuni, dan lantai 26 yang dikhususkan untuk para penghuni saja.






Di sky garden lantai 50 tersedia fasilitas jogging track dan berbagai taman dengan tema yang berbeda-beda. Jika cuaca cerah, kita bisa menikmati pemandangan kota dari berbagai sudut. Tapi kalau sedang cuaca buruk, kita tidak boleh naik ke atas. Lalu, bagaimana caranya untuk naik ke atas? Jadi kalian datang saja ke Managing Agent (MA) Office yang berada di Blok 1G, lantai 1. Lokasinya agak masuk ke dalam, tapi ada papan petunjuknya. Di sini kalian harus mendaftarkan diri dulu dengan membawa kartu yang masuk dalam Singapore Standard of Contactless ePurse Application (CEPAS), salah satunya EZ Link dan membayar biaya masuk sebesar SGD6 per orang (hanya untuk sekali naik ya, kalau berulang ya bayar lagi). Tanpa CEPAS tadi kalian tidak bisa masuk, karena aksesnya akan didaftarkan melalui kartu tadi. Setelah beres didaftarkan, kartu kita tadi bisa digunakan untuk mengakses lift yang berada di belakang kantor. Oya, lift yang dipakai ini adalah lift untuk penghuni juga. Untuk kartu yang sudah didaftarkan masa berlakunya sampai 1 jam sebelum dipakai untuk tap-in. Kalau sudah lewat, ya kalian harus daftar dan bayar lagi.





Sesampainya di lantai 50, kita akan menemukan sebuah pintu yang harus di-tap dengan kartu tadi. Ingat ya, hanya bisa sekali tap. Lalu sampailah kita ke area sky garden. Perlu kalian perhatikan, di atas jika cuaca cerah akan terasa cukup panas, selain itu anginnya berhembus cukup kencang. Beruntungnya saat kami naik, cuacanya cerah tapi teduh, meski anginnya berhembus kencang. Kami masuk melalui tower paling selatan. Pemandangan yang langsung kita lihat adalah Tanjong Pagar Terminal, sebuah area pelabuhan peti kemas, serta 2 terminal lainnya di kejauhan, yaitu Keppel dan Brani. Lebih jauh lagi, kalian bisa melihat Pulau Sentosa. Sisi sebelah timur, ada banyak gedung tinggi dari kawasan CBD. Selain itu kita bisa melihat Marina Bay Sands di kejauhan. Lalu di sebelah utara, pemandangannya langsung ke Chinatown dan juga pusat kota. Sedangkan sebelah barat, lebih banyak didominasi dengan pemandangan perkotaan dan gedung-gedung apartemen, serta Singapore General Hospital.































Di atas juga terdapat beberapa taman yang didesain dengan tema-tema yang berbeda. Taman-taman ini tersebar di beberapa bagian sky garden. Untuk kembali, kita harus melalui pintu yang sama untuk kita masuk ya. Meski ada beberapa pintu di beberapa tower, tapi kartu kita tidak bisa mengaksesnya karena hanya untuk para penghuni. Lalu untuk turun, ya menggunakan lift yang sama seperti kita naik tadi. Voila! Sampai sudah kita di bawah. Akhirnya bisa juga naik ke Pinnacle@Duxton. Dulu saat ke sini, saya tidak punya kartu EZ Link dan ditambah lagi cuaca saat itu sedang hujan. Oya, untuk jam bukanya dari jam 9 pagi sampai 9 malam. Untuk waktu selama di atas tidak ada batasan, tapi biasanya akan ditutup apabila sudah mencapai 150 orang.
Piknik di Gardens by the Bay
Dari Pinnacle@Duxton kami lanjut berjalan kaki menuju hotel. Kami istirahat dulu di hotel untuk menghimpun tenaga. Sorenya kami punya rencana untuk piknik sambil menikmati pertunjukan gratis di Gardens by the Bay. Lalu kami mampir dulu di Leung Sang Hong Kong Pastries di Smith Street untuk membeli makanan. Toko ini punya spesialisasi menjual egg tart gaya Hong Kong. Leung Sang sendiri didirikan oleh Chef Chik Sang, yang empat puluh lalu bekerja sebagai chef magang di Hong Kong. Saat itu belajar mengembangkan teknik dan resep egg tart buatannya. Hingga kemudian dia kemudian datang ke Singapura dan mulai membuka toko kuenya. Ciri khas buatan Chef Chik Sang adalah signature pastry-nya yang memiliki 120 lapisan.



Leung Sang Hong Kong Pastries menawarkan dua jenis egg tart, satu dengan gaya Hong Kong dan satu lagi dengan gaya Western. Egg tart gaya Hong Kong memiliki lapisan kulit pastry yang berlapis dan renyah, sedangkan kulit pastry gaya Western lebih mirip biskuit yang padat. Selain egg tart, toko kue ini juga menjual berbagai kue lainnya, seperti roasted chicken pastry, mushroom chicken pie, Wife’s Delight pastry, dan egg yolk lotus seed pastry. Kami lalu membeli Hong Kong Egg Tart, BBQ Chicken Pie, dan Lotus Paste with Salted Egg Puff. Untuk harganya hampir semua sama, yaitu SGD2.20 per buah.
Setelah membeli egg tart, kami segera naik MRT menuju ke Marina Bay. Kami sempat salah turun di stasiun MRT Marina Bay. Memang benar tujuan kami kami Ke Marina Bay, tapi ternyata jaraknya cukup jauh jika mau ke Gardens by the Bay. Akhirnya kami naik MRT lagi dan turun di stasiun MRT Bayfront. Kalian tinggal jalan saja melalui terowongan dan keluar di dekat Bayfront Plaza, lalu tinggal menyeberang saja melewati Dragonfly Bridge. Cerita saya di Gardens by the Bay bisa kalian baca di sini.






Untuk Garden Rhapsody, setiap malamnya ada dua kali pertunjukan, yaitu jam 7.45 dan 8.45 malam. Saran saya, bawa alas jika mau duduk nyaman di atas rerumputan. Malam itu kami menyaksikan pertunjukan yang pertama dan serunya, malam itu mereka mainkan lagu-lagu nasional Singapura karena bertepatan dengan hari kemerdekaan Singapura yang jatuh pada 9 Agustus yang lalu. Selesai menyaksikan Garden Rhapsody, kami berniat untuk menonton Spectra di depan Marina Bay Sands. Tapi berhubung waktunya sangat berdekatan dan kami sudah lapar, akhirnya kami lanjut mencari makan malam di Lau Pa Sat.
Makan Sate Ala Crazy Rich Asian
Untuk menuju ke Lau Pa Sat, kami naik MRT dari stasiun MRT Bayfront kemudian turun di stasiun MRT Downtown dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar 5 menit. Lau Pa Sat yang juga sering disebut Pasar Telok Ayer ini lokasinya di tengah-tengah gedung tinggi menjulang di Raffles Quay. Bukan tanpa alasan lokasinya ada di sini, karena dulunya di sini merupakan pemukiman. Bahkan Lau Pa Sat ini merupakan salah satu pasar tertua di Singapura, namanya sendiri berasal dari bahasa Hokkian yang artinya Pasar Lama. Pasar ini dibangun pada 1824 sebagai pasar ikan di tepi pantai dan khusus melayani bangsa kolonial Singapura. Bangunan ini lalu dibangun kembali pada 1838 dengan desain dari arsitek berkebangsaan Irlandia, George Drumgoole Coleman. Dia membuat bangunan segi delapan dengan tiang hias di pintu masuknya.



Pasar ini kemudian dipindahkan dari lokasi aslinya di tepi laut dan dibangun kembali pada 1894 oleh Insinyur Kota Singapura yang berasal dari Skotlandia, James MacRitchie. Dia tetap mempertahankan bentuk dasarnya dengan menggunakan tiang besi cor untuk menopang bangunan. Sebelumnya dibangun dengan tiang kayu dan atap palem. Tiang besi cor ini berasal dari Glasgow dan dirangkai di Singapura. Ia juga menambahkan menara jam di atas bangunan. Pasar ini menjadi salah satu struktur Victoria tertua di Asia Tenggara dan salah satu struktur pertama yang dibangun dengan besi cor di Asia. Selain itu pasar ini menjadi salah satu bukti sejarah bahwa pasar ini melayani masyarakat di pusat kota saat masa awal Singapura. Lalu di awal 1970-an, daerah sekitar Pasar Telok Ayer ini berubah menjadi distrik komersial dan pasar basah sudah tak lagi cocok untuk area tersebut. Pasar lalu diubah menjadi pusat jajanan pada 1972 dan pada 1989 pasar ini resmi berganti nama menjadi Lau Pa Sat. Oya, pasar ini juga telah ditetapkan sebagai monumen nasional pada 28 Juni 1973.



Nama Lau Pa Sat sendiri makin dikenal setelah disebut dalam novel Crazy Rich Asians. Saat itu Nick Young mengajak tunangannya, Rachel Chu untuk makan di sini bersama dua teman Nick yang hendak menikah, Colin Khoo and Araminta Li. Mereka diceritakan makan malam di sini. Di dunia nyata, hingar-bingar Lau Pa Sat tak jauh berbeda. Pusat kuliner ini buka 24 jam dan ramai pada saat makan siang dan makan malam. Ada lebih dari 200 kedai makanan dan minuman, mulai dari kuliner lokal, Melayu, Vietnam, India, makanan vegetarian, hingga makan halal dan non-halal. Nah, kalau malam di jalan sebelah belakang Lau Pa Sat atau Boon Tat Street ditutup dan berubah menjadi Satay Street. Ada banyak penjual sate di sini, dari ujung ke ujung. Jalan yang ditutup tadi pun disulap jadi tempat makan. Teman saya memilih kedai Satay nomor 3, yaitu Alhambra AZ King Satay. Katanya ini yang paling enak. Pelayannya pun langsung sigap mencarikan tempat makan. Bayangkan saja, malam itu kondisinya ramai sekali dan kami bisa cepat mendapatkan meja berkat mereka.





Kami lalu memesan paket sate seharga SGD38 untuk dua orang. Isinya 10 tusuk sate ayam, 10 tusuk sate udang, 5 tusuk sate sapi, 5 tusuk sate domba, dan 2 lontong. Setelah membayar, kami diberikan alat yang akan berbunyi jika pesanan sudah siap diambil. Sambil menunggu makanannya jadi, saya mencoba berjalan ke dalam untuk mencari bir. Tiba-tiba ada auntie yang menawarkan 1 pint Tiger Beer dengan harga SGD22. Berhubung malas antre, saya langsung bayar dan bawa bir itu ke meja kami. Bir dingin jadi berasa segar karena malam itu cuaca di Singapura agak sumuk. Tak lama alatnya berbunyi dan saya langsung ambil pesanan kami.



Makan malam pun dimulai. Sate langsung kami serbu. Kalau soal rasa, menurut saya cukup enak. Cuma kalo menurut saya yang pelit adalah lontongnya. Kurang banyak. Haha. Paket ini termasuk dua sambal cocolan ya, ada sambal ala Thai yang asam manis dan sambal kicap atau kecap. Meski harganya “sangat mahal” tapi menurut masih setimpal dengan pengalamannya. Ya kalau soal rasa, tidak perlu jauh-jauh sampai ke Singapura. Di Indonesia ada banyak dan bahkan lebih murah dibandingkan di sini.
Sesudah selesai, kami lalu berjalan kaki menuju ke stasiun MRT untuk kembali ke hotel. Hari ini cukup melelahkan sekaligus menyenangkan. Rasanya malam ini kami bisa tidur dengan nyenyak karena kenyangnya bukan hanya karena makanan, tapi juga harganya. Haha. Besok akan menjadi hari terakhir kami di Singapura. Ke mana saja kami akan pergi? Sampai bertemu di tulisan berikutnya ya!